Jumat, 24 Februari 2012

Laporan PBL (Praktek Belajar Lapangan) II


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Masalah kesehatan telah ditempatkan dalam suatu pola dalam pemikiran baru yang disebut paradigma sehat yang menempatkan isu sehat sebagai bagian utama pembangunan kesehatan. Lebih lanjut paradigma ini dijabarkan sebagai suatu konsep nasional pembangunan yang berwawasan kesehatan.
Konsep pembangunan ini selanjutnya diharapkan dapat mencapai suatu Indonesia sehat 2010, yang selanjutnya harus didukung oleh Propinsi sehat, Kabupaten sehat, Kecamatan sehat sampai pada Desa sehat yang seterusnya didukung oleh sendi-sendi terkecil dari masyarakat yaitu keluarga yang sehat. Kesemuannya ini sesuai dengan dasar pembangunan Nasional yang senantiasa ingin menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang produktif, kreatif, dan sejahtera yang terwujud dalam suatu masyarakat madani (civil society) dalam era Indonesia baru. 

Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk, agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Untuk mencapai tujuan itu perlu dikerahkan segala potensi yang ada di masyarakat.
Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN)  Alauddin Makassar, yang merupakan sebuah institusi pendidikan kesehatan, mempunyai komitmen moral untuk mendukung pencapaian Indonesia Sehat 2010 melalui pembelajaran di masyarakat berupa kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesehatan di suatu masyarakat.
Mata kuliah pengalaman belajar lapangan (PBL) termasuk dalam kelompok Mata Kuliah Keahlian Berkarya disingkat MKB yang bertujuan untuk menghasilkan tenaga ahli dengan kekaryaan dan berdasarkan dasar ilmu dan keterampilan kesehatan masyarakat yang dimiliki. Mata kuliah ini memperkuat penguasaan dan memperluas wawasan kompetensi keahlian dalam berkarya di masyarakat sesuai dengan keunggulan kompetitif serta komparatif penyelenggaraan program studi kesehatan masyarakat.
Pengalaman Belajar Lapangan yang biasa disingkat PBL merupakan proses belajar untuk mendapatkan kemampuan profesional kesehatan masyarakat, yaitu menerapkan diagnosa komunitas yang intinya mengenali, mengembangkan program penanganan masalah kesehatan masyarakat yang bersifat promotif dan preventif, bertindak sebagai manajer madya yang dapat berfungsi sebagai pelaksana, pengelola, pendidikan dan peneliti, melakukan pendekatan pada masyarakat dan bekerja dalam tim multidisipliner.
Kegiatan PBL dilakukan dengan melibatkan institusi yang berorientasi langsung pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat seperti dinas kesehatan kabupaten/kota maupun institusi yang dapat memberi kontribusi dalam bidang kesehatan, misalnya Puskesmas dan posyandu. PBL ini terdiri dari 3 tahapan mengikuti siklus perencanaan dan evaluasi yaitu PBL I, PBL II, dan kegiatan PBL III. Kegiatan PBL I berisi kegiatan berupa pengumpulan data di setiap rumah untuk memperoleh informasi mengenai masalah-masalah kesehatan ataupun masalah lain yang dapat mempengaruhi  derajat kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan analisis masalah dimasyarakat (community diagnosis). Kegiatan yang dilakukan tersebut merupakan inti dari PBL berikutnya karena merupakan pondasi awal di dalam menyusun program berikutnya. Kegagalan atau ketidakmaksimalan kegiatan PBL I akan mencerminkan pelaksanaan PBL II dan PBL III. Selanjutnya, PBL II menitikberatkan pada penentuan prioritas masalah serta pelaksanaan program intervensi terhadap masalah-masalah kesehatan yang menjadi prioritas masalah di lingkungan tersebut  sedangkan PBL III berisi kegiatan evaluasi terhadap hasil kegiatan yang telah dilakukan pada saat PBL II dan melakukan perbaikan-perbaikan jika dianggap perlu.
Dalam kegiatan PBL I sebelumnya, kami selaku mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar telah mengidentifikasi permasalahan kesehatan masyarakat di Dusun Kasimburang dan Allukeke Desa Belapunranga, Kecamatan Parang Loe, Kabupaten Gowa. Beberapa permasalahan kesehatan tersebut yakni, mengenai kepemilikan jamban, pembuangan limbah, penggunaan garam beryodium, pembuangan sampah, pemanfaatan pekarangan, pengetahuan tentang colustrum, pemberian makanan tambahan pada bayi dan balita,  kebiasaan merokok, kotoran hewan yang berserakan, dan cara penggunaan pestisida serta perilaku hidup bersih dan sehat. Berdasarkan data yang didapatkan pada PBL I, maka pada PBL II ini kami diharapkan mampu merencanakan dan melaksanakan kegiatan intervensi kesehatan masyarakat untuk menyelesaikan masalah-masalah kesehatan serta meningkatkan kesehatan masyarakat di Desa Belapunranga Kecamatan Parang Loe Kabupaten Gowa.
Setelah melakukan pengumpulan data pada saat  PBL I, kami melakukan analisis pada data tersebut untuk kemudian kami pergunakan dalam penentuan prioritas masalah yang akan kami berikan intervensi pada PBL II. Dari beberapa masalah yang kami dapatakan dilapangan, adapun masalah yang menjadi prioritas yang kami anggap perlu mendapat perhatian dan perlu dilakukannya intervensi terhadap masalah tersebut yakni:
1.      Pengolahan sampah organik dan anorganik
2.      Pemanfaatan tempat  pembuangan sampah
3.      Pengadaan dan penggunaan Jamban
4.      Pemberian makanan tambahan pada bayi dan balita
5.      Penggunaan garam beryodium
6.      Penggunaan pestisida
Itulah beberapa masalah yang kami jadikan prioritas di Dusun Kasimburang dan Allukeke Desa Belapunranga Kecamatan Parang Loe, Kabupaten Gowa. Dengan itu, kami kemudian melakukan beberapa program intervensi yang dapat membantu penyelesaian masalah-masalah tersebut. Program intervensi yang kami lakukan terdiri atas dua jenis, yakni intervensi fisik dan non fisik, yang lebih jelasnya ada pada laporan ini.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, kegiatan PBL II merupakan kelanjutan dari PBL I yang telah kami adakan, di tahap ini mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan kemampuannya dalam bersosialisasi dengan masyarakat dan kemampuann untuk dapat memberikan pemecahan terhadap prioritas masalah yang telah ditentukan pada PBL I, sehingga masyarakat dapat mengetahui masalah-masalah yang ada di lokasi PBL serta mampu menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.
Setelah enam bulan, kami akan kembali melakukan PBL III di tempat yang sama dengan tujuan untuk mengevaluasi kegiatan-kegiatan intervensi yang telah kami lakukan, apakah berhasil atau tidak, semua disesuaikan dengan indikator keberhasilan yang telah kami tetapkan pada Plan of Action. Demikianlah beberapa gambaran umum dari laporan kami, untuk lebih jelasnya kita dapat memperhatikan uraian hasil kegiatan PBL II kami pada laporan ini.

B.     Tujuan
1.                  Tujuan Umum:
Adapun tujuan umum kegiatan ini adalah:
a.       Memberikan pengalaman terhadap masalah-masalah kesehatan masyarakat di lapangan yang sebenarnya, serta mencoba melakukan upaya-upaya pemecahan masalah dengan teori dan praktik yang telah diperoleh selama masa perkuliahan.
b.      Mendapatkan kemampuan professional kesehatan masyarakat dimana kemampuan tersebut merupakan kemampuan spesifik yang harus dimiliki oleh seorang sarjana kesehatan masyarakat.
2.                  Tujuan Khusus:
Adapun tujuan khusus kegiatan ini adalah:
a.       Mahasiswa mampu menganalisis permasalahan yang ada di masyarakat bersama-sama dengan anggota masyarakat.
b.      Mahasiswa dapat menentukan prioritas masalah dan merumuskan bentuk solusinya bersama dengan anggota masyarakat.
c.       Mahasiswa mampu menganalisis faktor penyebab masalah (root cause analysis) yang dituangkan dalam bentuk pohon masalah dan dirumuskan bersama dengan masyarakat.
d.      Mahasiswa mampu membuat proposal secara sederhana dalam bentuk Plan of Action (POA) dari masalah yang akan diintervensi.
e.       Mahasiswa mampu bekerjasama dengan masyarakat setempat dalam melaksanakan kegiatan intervensi fisik.
f.       Mahasiswa mampu membuat suatu laporan kegiatan pada setiap kegiatan yang telah dilakukan.

C.    Manfaat
1.      Manfaat Ilmiah:
Kegiatan PBL ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memperkaya ilmu pengetahuan dibidang kesehatan masyarakat yang menjadi referensi kepustakaan.
2.      Manfaat Praktis:
Kegiatan PBL ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi pemerintah setempat Dusun Kasimburang dan Allukeke Desa Belapunranga Kecamatan Parang Loe Kabupaten Gowa khususnya bagi masyarakat setempat dalam meningkatkan derajat kesehatan.
3.      Manfaat bagi Mahasiswa:
Kegiatan PBL ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan di bangku perkuliahan.
Adapun manfaat yang diperoleh dari PBL II ini adalah sebagai berikut:
1.      Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menganalisis masalah kesehatan masyarakat.
2.      Membantu masyarakat dalam pemecahan masalah yang dihadapi.
3.      Menumbuhkan kesadaran pada masyarakat akan pentingnya kesehatan, baik kesehatan jasmani maupun rohani.
4.      Mengaktifkan pera serta masyarakat dalam kegiatan kesehatan.




BAB II
URAIAN KEGIATAN

A.    Prioritas dan Indikator Masalah
Kondisi masyarakat yang beraneka ragam dan perilaku yang berbeda menyebabkan makin kompleksnya masalah kesehatan yang muncul dalam satu kelompok masyarakat, sehingga upaya untuk menanggulangi hal tersebut haruslah secara bertahap berdasarkan prioritas masalah yang ada dan telah ditentukan berdasarkan base line data pada PBL I. Selain itu, dalam menentukan prioritas masalah dan intervensi di Dusun Kasimburang dan Allukeke ditunjang juga oleh hasil musyawarah yang dilakukan bersama dengan tokoh-tokoh masyarakat di Dusun Kasimburang dan Allukeke.
Adapun rumusan indikator masalah di Dusun Kasimburang dan Allukeke yang kami ajukan yaitu:
1.      Masalah Kesehatan Lingkungan
a.       Masalah kepemilikan jamban warga
Untuk masalah jamban, dari kedua dusun yang kami data, dominan dari warga tidak memiliki jamban, yakni dengan persentase lebih dari seperdua dari keseluruhan KK yang ada. Untuk Dusun Allukeke dengan jumlah KK sebanyak 79, terdapat 64 KK yang tidak memiliki jamban. Sementara di Dusun Kasimburang yang terdiri dari 174 KK, terdapat sebanyak 90 KK yang tidak memiliki jamban atau masing-masing sebesar 81% dan 51,7%. Masyarakat yang tidak memiliki jamban ini lebih memilih untuk buang air besar di tempat-tempat terbuka seperti semak-semak atau di kebun karena mereka menganggap hal itu lebih praktis serta mereka juga tidak terbiasa buang air di jamban. Alasan utama lainnya yang mereka kemukakan adalah faktor dana yang tidak mencukupi untuk pembuatan jamban di rumah mereka.
b.      Masalah Tempat Pembuangan Sampah
Setelah melakukan pendataan dan observasi langsung saat PBL I, maka diperoleh data  bahwa dominan warga yang ada di Dusun Allukeke membuang sampah mereka di sekitar rumah atau di kebun yang tidak jauh dari rumahnya, hal ini tentunya aka menimbulkan efek negatif terhadap manusia dan lingkunan sekitar, selain itu mereka tidak memisahkan sampah kering dan sampah basah, biasanya mereka juga membakar sampah di sekitar rumah setelah sampah dikumpulkan seperti yang terdapat di Dusun Allukeke yaitu sebanyak 59 KK atau sebesar 74,7%. Namun, pembakaran tersebut sedikit banyak dapat  memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan yaitu dapat menimbulkan ISPA. Karenanya diperlukan solusi lain untuk pengelolaan sampah tersebut agar sampah kemudian tidak kembali menimbulkan penyakit namun dapat diolah dan digunakan kembali untuk keperluan tertentu.
c.       Masalah Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Masalah PHBS warga di kedua dusun ini belum banyak yang teraplikasikan untuk saat ini, maka dari itu kami mengangkat hal ini sebagai masalah. Hal yang terkait dalam PHBS ini yaitu kebiasaan sehari-hari seperti mencuci tangan dan menggosok gigi terutama bagi anak-anak.
Masalah pembuangan limbah dan pengolahan limbah rumah tangga baik
d.      Masalah perilaku merokok warga terutama perilaku merokok di dalam rumah
Dominan dari warga Dusun Kasimburang dan Allukeke adalah petani dan mereka memiliki kebiasaan merokok yang sudah menahun, merekapun merokok di dalam rumah. Hal ini sudah merupakan masalah bagi kalangan Penyakit Tidak Menular (PTM) karena beberapa PTM yang mematikan disebabkan oleh rokok. Oleh karena itu, rokok kami jadikan sebuah masalah yang besar di kedua dusun ini.
e.       Masalah Pembuangan limbah padat-cair maupun organik-anorganik.
Di Dusun Kasimburang dan Allukeke pembuangan limbahnya baik itu limbah padat maupun limbah cair lebih banyak dialirkan ke sekitar rumah warga yang bisa saja mengganggu lingkungan dan mudah menimbulkan penyakit. Hal ini terlihat dari pendataan yang kami lakukan, di Dusun Allukeke dengan jumlah KK sebanyak 79, terdapat 72 KK yang membuang air limbahnya di sekitar rumah. Adapun di Dusun Kasimburang yang memiliki 174 KK, 121 KK yang ada di dusun ini juga membuang air limbahnya ke sekitar rumah.

2.   Masalah Gizi
a.   Masalah pengonsumsian garam beriodium
Jumlah warga yang tidak mengonsumsi garam beriodium dari kedua dusun yang kami data sangat tinggi, kamipun menemukan beberapa warga yang mengalami gondok. Hal ini tentunya merupakan sebuah masalah yang harus mendapatkan perhatian lebih.
b.  Masalah Pemberian Makanan Tambahan
Pengetahuan warga mengenai PMT juga terbilang minim, misalnya dari segi usia pemberian PMT dan jenis-jenis PMT yang diberikan. Karenanya, hal ini tentunya harus ditindak lanjuti, mengingat bahwa PMT sebenarnya mudah dibuat oleh warga dan bahannyapun sebenarnya dapat mereka peroleh dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitar tempat tinggal mereka seperti kacang hijau dan jagung.
c.   Masalah pengetahuan ibu-ibu tentang colustrum
Dari ibu yang memiliki balita di Dusun Kasimburang dan Allukeke setengah dari mereka tidak mengetahui tentang colustrum. Walaupun setengah dari mereka tahu tentang colustrum tetapi mereka tetap tidak memberikan colustrum pada bayinya karena mereka tetap menganggap bahwa colustrum adalah susu basi. Karenanya, perlu untuk memahamkan masyarakat mengenai apa manfaat dari colustrum tersebut yang sangat bermanfaat untuk bayi mereka.

3.   Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja
a.   Masalah penggunaan pestisida oleh petani
Pekerjaan yang paling banyak di Dusun Kasimburang dan Allukeke yaitu petani. Petani di kedua dusun ini rata-rata menggunakan pestisida untuk meningkatkan kualitas hasil pertanian mereka. Oleh karena itu, untuk tetap meningkatkan produksi pertanian para petani, maka perlu pula diadakan peningkatan pengetahuan untuk pengendalian penyakit akibat kerja agar produktivitas kerja mereka terjaga.
b.   Masalah minimnya penggunaan Alat Pelindung Diri saat Bertani
      Penggunaan alat pelindung diri saat bertani juga sangat minim diterapkan oleh petani di Dusun Kasimburang dan Allukeke. Hal ini tentunya dapat berdampak langsung pada kesehatan mereka, misalnya dengan timbulnya berbagai penyakit seperti iritasi kulit, mual, sesak napas, dan lain sebagainya yang utamanya diakibatkan oleh racun pembunuh hama yang mereka gunakan di sawah atau kebun.

Berdasarkan indikator masalah di atas, beberapa di antaranya kami jadikan sebuah prioritas masalah atau masalah utama yang kemudian akan diberikan tindak lanjut atau intervensi. Prioritas masalah tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Masalah kepemilikan jamban warga
Masalah kesehatan lingkungan yang paling tinggi di Dusun Allukeke dan Kasimburang adalah masalah kepemilikan jamban yang sangat minim, yaitu terdapat lebih dari 50% KK dari keseluruhan KK yang ada baik di Dusun Allukeke maupun Kasimburang. Akibatnya, dominan warga buang air besar di semak-semak sekitar rumah atau di kebun. Hal ini tentunya akan dapat mempermudah menularnya penyakit seperti muntaber dan diare serta munculnya bau yang tidak sedap dan tampak kotor (mengurangi nilai estetika).
Intervensi yang kami lakukan untuk masalah kepemilikan jamban adalah intervensi non fisik, yaitu dengan memberikan penjelasan mengenai apa dan bagaimana manfaat keberadaan jamban bagi kesehatan. Tak lupa kamipun memberikan sosialisasi mengenai pembuatan jamban dengan memanfaatkan bahan-bahan yang mudah dan murah yang dapat mereka miliki seperti bambu dan seng.
2.      Masalah Tempat Pembuangan Sampah
Sampah memang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari, sebab dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari manusia akan mengeluarkan produk sisa berupa sampah seperti sampah dari bungkusan makanan atau alat keperluan sehari-hari lainnya, terutama sampah dapur yang hampir setiap hari ada. Karenanya, sampah-sampah tersebut harus ditempatkan pada tempatna dan diolah sebagaimana mestinya agar dapat dimanfaatkan kembali atau tidak merugikan masyarakat. Akan tetapi berdasarkan pendataan dan observasi kami di PBL I, ternyata dominan warga di Dusun Allukeke dan Kasimburang membuang sampah mereka di sekitar rumah atau di kebun, termasuk tidak memisahkan antara sampah basah dan sampah kering, hal ini tentunya lebih mempermudah timbulnya penyakit dan merusak pandangan.   
Berdasarkan hal inilah kami selanjutnya menjadikan masalah tempat pembuangan sampah sebagai salah satu prioritas masalah. Bentuk intervensi yang kami lakukan untuk masalah ini adalah intervensi fisik dan non fisik. Intervensi fisik yang kami lakukan adalah dengan membuat tempat sampah percontohan yang memisahkan sampah basah dan kering. Untuk intervensi non fisik, kami melakukan penyuluhan mengenai dampak membuang sampah di sembarang tempat, pemisahan sampah basah dan kering, contoh pengolahan sampah menjadi barang baru, serta memberikan sosialisasi mengenai pembuatan tempat sampah dengan menggunakan bahan-bahan sederhana yang mudah diperoleh seperti bambu atau ember cat bekas.
3.      Masalah pengonsumsian garam beriodium
Dari pendataan dan observasi di PBL I kami memperoleh data mengenai sangat minimnya pengonsumsian garam beryodium, kamipun menemukan lebih dari satu warga yang mengalami penyakit gondok. Karenanya, intervensi gizi mengenai garam beryodium menjadi salah satu prioritas masalah kami.
Adapun intervensi yang kami lakukan untuk masalah ini adalah intervensi non fisik yaitu dengan memberikan sosialisasi mengenai Yodium yang meliputi pengertian, manfaat, sumber, cara penyimpanan dan penggunaan, serta bagaimana mengidentifikasi keberadaan yodium pada garam.
4.      Masalah Pemberian Makanan Tambahan
Pemberian makanan tambahan umumnya dianggap sebagai hal yang mudah dan bahan-bahannya pun mudah diperoleh dan diolah. Hal tersebut tentunya harus ditunjang oleh pengetahuan sang ibu termasuk kapan waktu yang tepat untuk pemberian makanan tambahan tersebut. Hal ini terbukti dari kondisi sejumlah warga yang memiliki bayi, dimana dari base line kami saat PBL I, ternyata terdapat sejumlah ibu yang tidak mengetahui persis mengenai PMT, misalnya memberikan PMT pada usia bayi yang masih berusia tiga bulan dan ada pula yang memberikan PMT langsung nasi. Untuk itu, kami mengankat hal ini sebagai salah satu prioritas masalah.
Untuk PMT, intervensi yang kami lakukan adalah intervensi fisik yaitu pembuatan PMT dari bubur kacang hijau dan intervensi non fisik berupa sosialisasi mengenai manfaat, bahan/resep, serta waktu PMT.
5.      Masalah penggunaan pestisida dan minimnya penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) saat Bertani
Pestisida merupakan racun hama yang banyak digunakan oleh petani dengan tujuan untuk membunuh hama demi menyelamatkan pertanian mereka. Namun di sisi lain racun ini sangat membahayakan bagi kesehatan dan terkadang petani kurang memperhatikan atau mengebaikan dampak dari penggunaan pestisida tersebut sehingga mereka sangat mudah terserang penyakit. Oleh karena itu, intervensi tentang pestisida ini sangat penting kami lakukan agar para petani terhindar dari keracunan dan dampak lain akibat penggunaan pestisida.
Intervensi yang dilakukan yaitu intervensi fisik dan intervensi non fisik. Intervensi fisik yaitu memberikan contoh kepada petani tentang penggunaan APD saat bertani dan cara menggunakan pestisida. Adapun intervensi non fisiknya yaitu dengan penyuluhan kepada petani mengenai teknik penggunaan pestisida yang baik dan benar serta bagaimana memanfaatkan bahan-bahan lain sebagai APD seperti kain perca atau baju bekas untuk pengganti masker.

B.     Plan of Action
Plan Of Action (POA) adalah rumusan rencana kegiatan yang akan diadakan terkait prioritas masalah yang telah disepakati bersama pemerintah desa setempat. Demikian halnya dengan POA yang kami buat, yaitu mencakup semua rencana kegiatan, dalam hal ini adalah rencana kegiatan intervensi yang kami laksanakan di PBL II. Intervensi yang kami lakukan terdiri dari dua bentuk, yaitu intervensi fisik dan intervensi non fisik. Intervensi fisik dilakukan dengan memberikan contoh fisik secara langsung kepada masyarakat seperti pembuatan tempat sampah percontohan dan demo masak pembuatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT).
Sedangkan intervensi non fisik berupa sosialisasi kepada warga setempat mengenai beberapa hal yang menjadi prioritas masalah yang kami angkat seperti sosialisasi pentingnya mengkonsumsi garam beryodium dengan memaparkan apa manfaat, dampak defisiensi, sumber dan cara penggunaan, serta penyimpanan garam beryodium. Penyuluhan dilakukan juga dengan memperlihatkan beberapa alat peraga seperti poster-poster yang memuat pesan kesehatan.
Adapun POA yang kami buat adalah mencakup jenis kegiatan, tujuan, sasaran, biaya/sumber, waktu, tempat, penanggung jawab, dan indikator keberhasilan dari tiap rencana kegiatan intervensi yang akan kami lakukan (point-point dari POA kelompok kami, secara lengkap dapat dilihat pada lampiran laporan ini).
Setiap intervensi yang kami lakukan memiliki tujuan yang bervariasi tergantung pada masing-masing pokok masalah intervensi yang kami berikan. Demikian pula pada sasaran kegiatan yang meliputi tokoh masyarakat, tokoh agama, Ibu-ibu Tim Penggerak PKK, ibu Bidan Desa, kader posyandu, pelajar, dan Bapak-bapak, Ibu-ibu warga Dusun Kasimburang dan Allukeke secara umum.
Biaya/sumber dana atau bahan intervensi yang kami gunakan adalah bersumber dari dana  yang diberikan Fakultas/Universitas dan kerjasama dengan warga setempat, adapula bahan intervensi yang diambil dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki warga seperti bambu untuk pembuatan tempat sampah percontohan.
Waktu dan tempat pelaksanaan intervensi ditentukan dengan kesepakatan kami bersama beberapa pihak seperti pemerintah desa setempat dan ketua Kelompok Tani serta Bidan desa, dan kader posyandu. Adapun indikator keberhasilan telah kami tetapkan berdasarkan tujuan intervensi dari masing-masing prioritas masalah. Untuk kelancaran kegiatan, kami menetapkan satu atau lebih penanggung jawab pada masing-masing kegiatan intervensi, dimana penanggung jawab  berperan mengontrol dan meng-handle kegiatan yang diamanahkan.





BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1.   Masalah Tempat Pembuangan Sampah

Tabel 1.1
Distribusi Penduduk Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Sampah
Dusun Kasimburang Desa Belapunranga Kec. Parangloe Kab. Gowa
Tahun 2011

Kategori
n
%
Baik
18
90.0
Cukup
2
10.0
Kurang
0
0
Total
20
100.0
Sumber: Data primer 2011
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 20 responden yang memiliki pengetahuan baik mengenai sampah ada 18 orang atau sebanyak 90.0% sedangkan yang pengetahuannya cukup ada 2 orang atau sebanyak 10.0%.
Tabel 1.2
Distribusi Penduduk Berdasarkan Sikap/Tindakan Mengenai Sampah 
Dusun Kasimburang Desa Belapunranga Kec. Parangloe Kab. Gowa
Tahun 2011

Kategori
n
%
Baik
17
85.0
Cukup
2
10.0
Kurang
1
5.0
Total
20
100.0
Sumber: Data primer 2011
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 20 responden terdapat 17 orang atau 85% yang mempunyai sikap/tindakan yang baik mengenai pengolahan sampah sedangkan yang memiliki sikap/tindakan yang kurang hanya ada 1 orang atau 5% dan 2 orangnya yaitu memiliki sikap/tindakan yang cukup tentang pengolahan sampah.

2.      Masalah Kepemilikan Jamban


Tabel 1.3
Distribusi Penduduk Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Jamban  
Dusun Kasimburang Desa Belapunranga Kec. Parangloe Kab. Gowa
Tahun 2011

Kategori
n
%
Baik
16
80.0
Cukup
2
10.0
Kurang
2
10.0
Total
20
100.0
Sumber: Data primer 2011
Tabel diatas menunjukan bahwa dari 20 responden di Dusun Kasimburang terdapat 16 KK atau 80% yang memiliki pengetahuan baik mengenai jamban dan hanya 2 KK atau 10% yang memiliki pengetahuan cukup juga kurang mengenai jamban.
Tabel 1.4
Distribusi Penduduk Berdasarkan Sikap/Tindakan Mengenai Jamban  
Dusun Kasimburang Desa Belapunranga Kec. Parangloe Kab. Gowa
Tahun 2011

Kategori
n
%
Baik
16
80.0
Cukup
2
10.0
Kurang
2
10.0
Total
20
100.0
Sumber: Data primer
Tabel diatas menunjukan bahwa dari 20 responden yang kami data terdapat 16 KK atau 80% responden di Dusun Kasimburang yang memiliki sikap/tindakan mengenai jamban sedangkan yang memiliki sikap/tindakan cukup dan kurang hanya terdapat 2 KK atau 10% saja.
3.      Masalah Penggunaan Garam Beryodium

Tabel 2.1
Distribusi Skor Pengetahuan Responden Mengenai Garam Beryodium
Dusun Kasimburang Desa Belapunranga Kec. Parangloe Kab. Gowa
Tahun 2011
Kategori
n
%
Baik
8
53.3
Cukup
1
6.7
Kurang
6
40.0
Total
15
100.0
Sumber: data primer 2011
Tabel 2.1 menunjukkan skor pengetahuan responden mengenai garam beryodium yang meliputi manfaat, dampak defisiensi, sumber, dan cara menyimpan serta menggunakan garam beryodium. Dari 15 responden, 8 diantaranya (53.3 %) memiliki pengetahuan yang baik mengenai garam beryodium, 1 cukup (6.7 %), dan 6 responden atau sekitar 40.0 % memiliki pengetahuan yang kurang atau minim.

Tabel 2.2
Distribusi Skor Responden Berdasarkan Tindakan/Penggunaan Garam Beryodium
Dusun Kasimburang Desa Belapunranga Kec. Parangloe Kab. Gowa
Tahun 2011
Kategori
n
%
Baik
11
73.3
Cukup
0
0.0
Kurang (tidak menggunakan)
4
26.7
Total
15
100.0
Sumber: data primer 2011
Berdasarkan tabel 2.2 di atas dapat diketahui, bahwa dari 15 responden yang didata di Dusun Kasimburang, yang menggunakan garam beryodium adalah sebanyak 11 orang atau 73,3%, dalam hal ini termasuk kategori tindakan baik. Sedangkan yang tidak menggunakan garam beryodium (kategori kurang) adalah sebanyak 4 orang atau 26,7 %.

4.  Masalah Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

Tabel 2.3
Distribusi Skor Responden Berdasarkan Pengetahuan mengenai PMT
Dusun Kasimburang Desa Belapunranga Kec. Parangloe Kab. Gowa
Tahun 2011
Kategori
n
%
Baik
4
26.7
Cukup
0
0.0
Kurang/tidak tahu
11
73.3
Total
15
100.0
Sumber: data primer 2011

Berdasarkan tabel 2.3 di atas dapat diketahui, bahwa dari 15 responden yang didata di Dusun Kasimburang, yang mempunyai pengetahuan baik mengenai PMT adalah sebanyak 4 orang atau 26,7 % dan tidak ada yang memiliki pengetahuan cukup atau 0%. Sedangkan yang kurang, dalam hal ini tidak mengetahui apa PMT itu adalah sebanyak 11 orang atau 73,3%.








Tabel 2.4
Distribusi Skor Responden Berdasarkan Tindakan/Pemberian Makanan Tambahan
Dusun Kasimburang Desa Belapunranga Kec. Parangloe Kab. Gowa
Tahun 2011
Kategori
n
%
Baik
11
73.3
Cukup
0
0.0
Kurang
4
26.7
Total
15
100.0
Sumber: data primer 2011
Tabel 2.4 di atas memberikan gambaran distribusi skor responden mengenai tindakan PMT terkhusus mengenai waktu (usia bayi) pemberian makanan tambahan. Dari tabel dapat diketahui bahwa terdapat 11 responden yang masuk dalam tindakan berkategori baik atau sekitar 73.3% dari 15 responden yang didata di Dusun Kasimburang. Sedangkan yang termasuk kategori kurang adalah sebanyak 4 orang atau 26,7% serta 0% untuk kategori cukup.

5. Masalah Penggunaan Alat Pelindung Diri Saat Bertani

Tabel 3.1
Distrubisi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Mengenai APD
Dusun Kasimburang Desa Belapunranga Kec. Parangloe Kab. Gowa
Tahun 2011

Kategori
n
%
Baik
0
0.0
Cukup
2
10.0
Kurang
18
90.0
Total
20
100.0
                   Sumber : data primer 2011
                 Tabel 3.1 di atas menunjukkan bahwa dari 20 responden yang didata di dusun Kasimburang yang tingkat pengetahuannya tentang APD, baik sama sekali tidak ada (0%), cukup sebanyak 2orang (10 %). Dan kurang yakni sebanyak 18 orang (90 %).       
Tabel 3.2
Distribusi Responden Berdasarkan Sikap/Tindakan Mengenai APD
Dusun Kasimburang Desa Belapunranga Kec. Parangloe Kab. Gowa
Tahun 2011

Kategori
n
%
Baik
6
30,0
Cukup
1
5,0
Kurang
13
65,0
Total
20
100,0
                   Sumber : data primer 2011
              Tabel 3.2 di atas menunjukkan bahwa dari 20 responden yang di data di dusun Kasimburang yang tindakannya baik yakni sebanyak 6 orang (30 %), cukup yakni sebanyak 1 orang (5 %), sedangkan yang kurang sebanyak 13 orang (65 %).

B. Pembahasan
Dalam PBL II ini kami melakukan intervensi dari hasil kegiatan pendataan berbagai masalah kesehatan yang dijadikan sebagai prioritas masalah yang dilakukan pada PBL I. Bentuk intervensi yang dilakukan terdiri dari intervensi fisik dan intervensi non fisik. Kegiatan utama pada  PBL II yaitu melakukan intervensi pada beberapa prioritas masalah yang telah ditemukan pada PBL II Dusun Allukeke dan Kasimburang, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa.
Saat kami melakukan seminar awal bersama tokoh agama dan tokoh masyarakat kami memaparkan mengenai rencana program intervensi yang akan kami  lakukan kemudian beberapa program tersebut  disepakati oleh tokoh-tokoh agama dan masyarakat.



Adapun program intervensi yang kami lakukan yaitu:
1.      Masalah tempat pembuangan sampah
a.  Intervensi non fisik:
Untuk intervensi non fisik masalah tempat pembuangan sampah, kami mengadakan penyuluhan mengenai  dampak positif dan negatif dari sampah serta cara pengolahannya (sampah organik dan anorganik) diikuti diskusi bersama dengan bapak dan ibu masyarakat Dusun Kasimburang Desa Belapunranga Kabupaten Gowa. Dalam kegiatan ini hadir pula beberapa anggota kelompok tani termasuk bapak sekretaris Desa Belapunranga.
Intervensi non fisik untuk masalah tempat pembuangan sampah ini kami laksanakan pada hari Selasa, 8 Februari 2011 pukul 20.15 WITA di Masjid Nurul Iman Kasimburang yang letaknya tidak jauh dari posko kami. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang pentingnya pengadaan dan penggunaan tempat sampah yang baik kepada masyarakat, mengurangi pencemaran akibat pembuangan sampah di sembarang tempat, dan memperindah lingkungan di Desa Belapunranga Dusun Kasimburang dan Allukeke. Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pengadaan dan penggunaan tempat sampah yang baik, bertambahnya tempat sampah, dan pemanfaatan tempat sampah dengan baik dan berkelanjutan.
b.  Intervensi fisik:
Pada kegiatan PBL II ini kami menjadikan minimnya tempat pembuangan sampah sebagai salah satu prioritas masalah. Oleh karena itu, kami membuat satu tempat sampah percontohan yang terdiri dari tempat sampah basah dan tempat sampah kering yang diletakkan di Dusun Kasimburang tepatnya di depan posko kami, dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di lingkungan Dusun Kasimburang. Karena hanya sebagai tempat sampah percontohan, maka diharapkan kedepannya  masyarakat  mampu membuat tempat sampah dengan memanfaatkan apa yang ada di sekitar mereka serta mereka menggunakan tempat sampah tersebut dengan baik. Pembuatan tempat sampah ini kami lakukan dengan bekerja sama dengan beberapa pemuda yang ada di sekitar posko kami jauh hari sebelum pelaksanaan intervensi non fisik.
2.      Masalah Kepemilikan Jamban
a.       Intervensi non fisik:
            Penyuluhan mengenai pentingnya pengadaan dan dampak negatif yang ditimbulkan akibat tidak menggunakan jamban  diikuti diskusi bersama dengan bapak dan ibu masyarakat dusun Kasimburang Desa Belapunranga Kabupaten Gowa.
Penyuluhan ini dilaksanakan juga pada hari Selasa, 8 Februari 2011 pukul 20.15 WITA di Masjid Nurul Iman Kasimburang bersamaan dengan kegiatan intervensi non fisik mengenai tempat pembuangan sampah dan APD.
3.      Masalah Penggunaan Garam Beryodium
a.  Intervensi non fisik:
Penyuluhan mengenai pentingnya penggunaan garam beryodium dan dampak tidak mengkonsumsi garam beryodium kepada ibu-ibu di Dusun Kasimburang Desa Belapunranga Kabupaten Gowa.
Penyuluhan ini dilaksanakan bertepatan dengan pelaksanaan kegiatan posyandu di Posyandu Teratai yakni posyandu yang ada di Dususn Kasimburang pada tanggal 10 Februari 2011, dimana kegiatan penyuluhan dilaksanakan setelah kegiatan posyandu. Antusias ibu-ibu cukup baik dan memperhatikan materi yang kami bawakan sekalipun harus membagi perhatiannya dengan anak-anak mereka yang juga ada pada saat penyuluhan. Sesekali kami dibantu oleh ibu bidan desa dan kader untuk menyampaikan bahan penyuluhan tersebut dengan penggunaan bahasa daerah setempat. Kegiatan penyuluhan ini bertujuan agar masyarakat mengetahui manfaat yodium, mendorong masyarakat untuk menggunakan garam beryodium, dan masyarakat dapat mengidentifikasi sendiri mana garam beryodium dan yang tidak beryodium. Indikator keberhasilan dari intervensi ini adalah adanya peningkatan jumlah masyarakat yang menggunakan garam beryodium, di samping itu masyarakat tahu mengidentifikasi keberadaan yodium pada garam.
4.      Pemberian PMT pada Bayi dan Balita
a.  Intervensi non fisik:
Penyuluhan mengenai pentingnya pemberian makanan tambahan kepada bayi dan balita  yang dilaksanakan di Posyandu Teratai Dusun Kasimburang Desa Belapunranga Kabupaten Gowa.
b.  Intervensi fisik:
            Pemberian makanan tambahan kepada bayi dan balita berupa bubur kacang hijau yang dibuat dari hasil kerja sama dengan kader Posyandu Teratai Dusun Kaasimburang Desa Belapunranga Kabupaten Gowa. Intervensi ini dimaksudkan agar masyarakat khususnya ibu-ibu dapat membuat sendiri PMT untuk bayi dan balita mereka dengan memanfaatkan bahan-bahan yang mereka miliki termasuk hasil tani mereka seperti kacang hijau dan jagung. Dengan demikian, mereka tidak lagi tergantung pada PMT produk pabrik yang biasanya dibagikan saat posyandu atau biskuit yang dijual umum.
Intervensi non fisik dan fisik untuk masalah PMT dilakukan pada hari dan tempat yang sama dengan intervensi penggunaan garam beryodium yaitu tepat pada hari pelaksanaan kegiatan posyandu pada tanggal 10 Februari 2011. Untuk intervensi non fisik PMT, kami mengadakan sosialisasi secara face to face kepada ibu-ibu yang hadir dan menjadi responden kami, sebab dengan melihat situasi dan kondisi saat itu, maka langkah ini yang kami rasa paling efektif. Setelah kegiatan penyuluhan selesai barulah kami membagikan PMT bubur kacang hijau hasil kerja sama kami dengan kader-kader posyandu. Intervensi non fisik dan fisik  ini bertujuan agar masyarakat dapat mengetahui pentingnya PMT bayi dan waktu-waktu pemberiannya dan dengan penyuluhan dan pembuatan PMT tersebut diharapkan masyarakat mampu membuat sendiri PMT untuk bayinya dengan menggunakan bahan-bahan yang mereka miliki tanpa harus bergantung pada PMT pabrik/pembagian. Adapun indikator keberhasilan untuk intervensi PMT ini adalah masyarakat mengetahui manfaat dan usia PMT pada bayi, di samping itu masyarakat mau dan mampu mengolah PMT sendiri untuk anak mereka.
5.      Masalah Penggunaan Pestisida dan Alat Pelindung Diri saat Bertani
a.       Intervensi non fisik:
Berdasarkan hasil dari kegiatan PBL I kami memperoleh data bahwa sebagian besar masyarakat Desa Belapunranga adalah petani. Karenanya kami melakukan penyuluhan mengenai penggunaan dan bahaya serta dampak pestisida dengan metode diskusi bersama bapak dan ibu kelompok tani. Kami juga memberikan penjelasan mengenai fungsi Alat Pelindung Diri (APD) saat bertani. Kegiatan intervensi non fisik ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan intervensi fisik.
b.      Intervensi fisik:
Untuk mengendalian atau untuk meminimalisir keracunan pada petani pada saat penyemprotan di sawah atau kebun maka kami menunjukkan contohan cara penggunaan APD yang baik sekaligus membagikan beberapa sampel APD  (masker dan handschun) yang nantinya dapat diikuti oleh masyarakat Desa Belapunranga. Selain membagikan sampel APD (masker dan handscun) kami juga memeberitahu mengenai alternatif APD lainnya misalnya dengan menggunakan saputangan dan kain bekas sebagai pegganti APD yang kami bagikan tersebut.
Intervensi ini juga kami laksanakan pada hari Selasa, 8 Februari 2011 pukul 19.30 WITA di Masjid Nurul Iman Kasimburang, tepatnya sebelum penyuluhan mengenai tempat sampah dan jamban. Responden yang hadir utamanya dari bapak-bapak kelompok tani Desa Belapunranga, ibu-ibu, serta pemuda-pemudi Desa Belapunranga. Adapun indikator keberhasilan dari kegiatan intervensi untuk APD ini adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya penggunaan APD saat bertani dan bertambahnya jumlah masyarakat yang menggunakan APD saat bertani.
Adapun hasil pendataan mengenai prioritas masalah yang kami angkat dengan menggunakan kuesioner (sebelum kegiatan intervensi) adalah sebagai berikut:
1. Masalah Tempat Pembuangan Sampah
Dari data yang di peroleh pada kuesioner pre test yang dilakukan pada saat  masjid Nurul Iman dusun Kasimburang di peroleh data bahwa dari 20 responden yang di data hanya 4 orang atau (20,0 %) yang memiliki tempat pembuangan sampah. Sedangkan yang tidak memiliki tempat pembuangan sampah adalah sebanyak 16 orang atau (80,0 %). Hal ini disebakan karena kurangnya pengetahuan mereka akan manfaat tempat sampah dan mereka juga mengatakan bahwa buat apa ada tempat sampah karena pada akhirnya akan dibuang di sekitar rumah. Pendapat seperti inilah yang mesti kita rubah agar mereka sadar bahwa membuang sampah di sembarang tempat akan menimbulkan berbagai dampak negatif, baik terhadap kesehatan maupun lingkungan.
Selanjutanya data yang diperoleh adalah dari 20 responden terdapat  18 orang atau (90,0 %) tidak tahu mengenai sampah organic. Sedangkan yang tidak mengetahui tentang sampah anorganik adalah sebanyak 18 orang atau (90,0%). Namun terdapat 13 responden atau (65,0 %) yang tidak memisahkan sampah basah dan sampah kering. Hal ini terjadi karena tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah tentang sampah organik dan sampah anorganik dan ketidaktahuan mereka tentang cara pengolahan sampah yang baik dan benar.
Walaupun terdapat 15 responden yang membuang sampah di sekitar rumah  tetapi terdapat 11 responden yang tahu tentang bahaya membuang sampah di sembarang tempat.


2. Masalah Kepemilikan Jamban
Hasil yang diperoleh dari pre test yang dilakukan pada 20 responden terdapat 14 responden  atau (70,0 %) yang tidak memiliki jamban dengan alasan  karena untuk membangun jamban membutuhkan biaya yang mahal. Data selanjutnya diperoleh bahwa di dusun Kasimburang yang tempat buang air besar dan air kecilnya di jamban adalah sebanyak 5 orang atau  25,0 %. Sedangkan yang di sungai/di sekitar rumah adalah sebanyak 13 orang atau  65,0 % dan  selebihnya yakni 2 orang di tempat lainnya (sawah).
Dengan adanya penyuluhan jamban yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat di Desa Kaimburang tentang pentingnya pengadaan dan penggunaan jamban yang memenuhi standar kesehatan.

3.  Masalah Penggunaan Garam Beryodium
Pada PBL I diperoleh  data bahwa di Dusun Kasimburang warga yang tidak menggunakan garam beryodium yaitu 94 KK atau 54,0% dan yang menggunakan garam beryodium hanya 80 KK atau 46,0%. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya garam beryodium, juga disebabkan karena faktor ekonomi. Oleh karena itu, pada PBL II ini kami melakukan penyuluhan  tentang cara mengidentifikasi keberadaan yodium pada garam dengan melakukan tes iodin. Dengan adanya intervensi yang dilakukan maka diharapkan masyarakat mampu membedakan garam yang beryodium dan yang tidak beryodium serta mereka mau menggunakan garam beryodium.

4. Masalah Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
Berdasarkan data yang diperoleh dari instrument pre test menunjukkan bahwa dari 15 responden yang didata di Dusun Kasimburang yang tahu apa yang dimaksud PMT adalah sebanyak 4 orang atau 26,7 %. Sedangkan yang tidak tahu adalah sebanyak 11 orang atau 73,3 %. Adapun yang berpendapat bahwa PMT adalah pengganti ASI khusus bagi bayi yang tidak diberi ASI adalah sebanyak 1 orang atau 6,7 % dan yang berpendapat untuk menambah kalori bagi bayi yang sedang aktif dalam masa pertumbuhannya adalah adalah sebanyak 1 orang atau 6,7 % sedangakan yang berpendapat lainnya (cepat besar) adalah sebanyak 2 orang atau 13,3 %.

5.  Masalah Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) saat Bertani
Sasaran utama kami dalam penyuluhan ini adalah petani yang berdomisili di dusun Kasimburang. Dari 20 responden yang menggunakan pesrisida 5-10 tahun sebanyak 11 orang atau 55,0 % dengan lama penyemprotan 1-5 jam.
Di antara semua keluhan pestisida yang berkemungkinan muncul terdapat 4 keluhan yang paling banyak responden rasakan adalah iritasi kulit 13 responden atau 65,0 %, sakit kepala sebanyak 11 orang atau 55,0 %, sakit punggung 10 responden atau 50, 0 % dan pusing 8 responden atau 40,0 %.
Untuk kebiasaan pada saat melakukan penyemprotan pestisida di sawah tidak terlalu banyak responden yang melakukan kegiatan seperti makan, minum, dan merokok yaitu masing-masing 1, 2, dan 2 responden.
Cara menyemprot mereka sangat  membahayakan karena frekuensi cara penyemprotan seperti berlawanan arah angin adalah 10 responden atau 50,0 %  hal ini berarti ½ dari responden kemungkinan besar bisa ker4acunan pada saat penyemprotan apalagi kalu mereka tidak menggunakan APD.
Dari 20 responden, terdapat 9 responden yang mengetahui tentang APD dan 13 yang mengetahui manfaatnya. APD yang paling banyak responden gunakan adalah masker, baju lengan panjang, celana panjang yaitu masing-masing 7, 16, 16 responden. Responden yang mengetahui manfaat penggunaan APD yaiut mengatakan manfaat penggunaan APD adalah untuk menghindari keracunan khususnya racun pestisida sedangkan responden yang tidak menggunakan sarung tangan mengatakan bahwa menggunakan sarung tangan tidak  terlalu penting karena pada saat selesai menyemprot mereka menggunakan garam untuk menghilangkan racun pada tangannya kemudian mencucinya dengan sabun.
Responden yang menggunakan pestisida, terdapat responden yang bersegera mandi yaitu 18 responden, bersegera mencuci tangan yaitu semua responden yang menggunakan pestisida, dan 19 responden bersegera mengganti pakaian setelah menggunakan pestisida.
Untuk sampah pestisida dan alat penyemprot pestisida mereka, kebanyakan mereka membuang sampah botol pestisida  di sawah yaitu 611 responden dan menyimpan alat semprot mereka di rumah yaitu 18 responden.

Dari data hasil pendataan tersebut, kemudian kami melakukan penilaian berupa pemberian skor atau yang disebut dengan scoring dalam hal pengetahuan dan sikap/tindakan responden yang masing-masing dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu kategori baik, cukup, dan kurang. Berikut adalah hasil scoring kami:
1.      Masalah Tempat Pembuangan Sampah
Penilaian  untuk masalah kesehatan lingkungan berdasarkan prioritas masalah yang telah disepakati yaitu masalah minimnya pengadaan jamban dan pengadaan serta pemanfaatan tempat sampah yang dikelompokkan ke dalam penilaian dari segi pengetahuan dan tindakan.
Penilaian atau scoring pengetahuan mengenai pengadaan dan pemanfaatan tempat sampah meliputi pengetahuan tentang pentingnya pengadaan dan penggunaan tempat sampah dengan baik serta pengolahan sampah yang baik, juga dampak yang ditimbulkan dari tidak dilakukannnya pengadaan dan pengolahan tempat sampah pada rumah tangga. Berdasarkan pretest yang kami lakukan terhadap  20 responden di Dusun Kasimburang diketahui bahwa Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 20 responden yang memiliki pengetahuan baik mengenai pengadaan dan penggunaan tempat sampah ada 19 orang atau sebanyak 90.0% sedangkan yang pengetahuannya cukup ada 2 orang atau sebanyak 10.0%.
            Untuk penilaian dari segi tindakan diketahui bahwa 20 responden pretest yang didata di Dusun Kasimburang, terdapat 17 orang atau 85% yang mempunyai sikap/tindakan yang baik mengenai pengolahan sampah sedangkan yang memiliki sikap/tindakan yang kurang hanya ada 1 orang atau 5% dan 2 orangnya atau 10 % lainnya memiliki sikap/tindakan yang cukup tentang pengolahan sampah
Berdasarkan data tersebut kita dapat melihat bahwa masih terdapat beberapa warga yang kurang atau tidak mengetahui  apa pentingnya pengadaan dan penggunaan tempat sampah serta pengolahan sampah dengan baik, serta dampak yang akan ditimbulkan akibat pembuangan sampah yang salah pada rumah tangga. Dari hasil pretest nampak bahwa ada garis lurus yang menghubungkan antara pengetahuan dengan sikap serta tindakan dan penggunaan jamban pada suatu keluarga yang menjadi sampel pretest. Hal ini terlihat dimana 18 orang responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai pentingnya pengadaan dan pemanfaatan jamban,17 diantaranya memiliki sikap dan tindakan yang positif terhadap penggunaan dan pemanfaatan jamban. Ini berarti ada pengaruh antara pengetahuan dengan sikap/tindakan.
Di sinilah nampak betapa pentingnya peningkatan terhadap pengetahuan masyarakat agar terjadi pula peningakatn terahadap tindakan sebagai aplikasi terhadap pengetahuan yang dimiliki.

2.      Masalah Kepemilikan Jamban
Penilaian atau scoring pengetahuan mengenai pengadaan dan pemanfaatan jamban meliputi pengetahuan tentang pentingnya pengadaan dan penggunaan jamban dengan baik, dampak yang ditimbulkan dari tidak dilakukannnya pengadaan jamban pada rumah tangga. Berdasarkan pretest yang kami lakukan terhadap  20 responden di Dusun Kasimburang diketahui bahwa 18 diantaranya  (80%) memiliki pengetahuan baik mengenai jamban dan hanya 2 responden (10 %)  memiliki pengetahuan cukup serta 2 responden (10%) lainnya memiliki pengetahuan yang kurang mengenai jamban.
Untuk penilaian dari segi tindakan diketahui bahwa 20 responden pretest yang didata di Dusun Kasimburang, yang menggunakan 16 responden  (80%) responden di Dusun Kasimburang yang memiliki sikap/tindakan yang positif mengenai  pengadaan dan penggunaan jamban dan yang memiliki sikap/tindakan cukup  terdapat 2 responden (10 %) serta 2 responden (10 %) lainnya mamiliki tindakan yang kurang terhadap pengadaan dan penggunaan tempat sampah.
Berdasarkan data tersebut kita dapat melihat bahwa masih terdapat beberapa warga yang kurang atau tidak mengetahui  apa pentingnya pengadaan dan penggunaan jamban dengan baik, serta dampak yang akan ditimbulkan akibat tidak tersedianya jamban pada rumah tangga. Dari hasil pretest nampak bahwa ada garis lurus yang menghubungkan antara pengetahuan dengan sikap serta tindakan dan penggunaan tempat sampah pada suatu keluarga yang menjadi sampel pretest. Disinilah nampak betapa pentingnya peningkatan terhadap pengetahuan masyarakat agar terjadi pula peningakatn terahadap tindakan sebagai aplikasi terhadap pengetahuan yang dimiliki.

3.      Masalah Penggunaan/Pengonsumsian Garam Beryodium
Adapun penilaian untuk masalah gizi berdasarkan prioritas masalah yang telah disepakati yaitu masalah minimnya penggunaan garam beryodium dan minimnya pengetahuan mengenai Pemberian Makanan Tambahan yang dikelompokkan ke dalam penilaian dari segi pengetahuan dan tindakan.
Penilaian atau scoring pengetahuan mengenai garam beryodium meliputi pengetahuan tentang manfaat, dampak defisiensi, sumber, dan cara menyimpan serta menggunakan garam beryodium. Berdasarkan pendataan kami terhadap 15 responden, diketahui bahwa 8 diantaranya (53.3 %) memiliki pengetahuan yang baik mengenai garam beryodium, 1 cukup (6.7 %), dan 6 responden atau sekitar 40.0 % memiliki pengetahuan yang kurang atau minim.
Untuk penilaian dari segi tindakan diketahui bahwa 15 responden yang didata di Dusun Kasimburang, yang menggunakan garam beryodium adalah sebanyak 11 orang atau 73,3%, dalam hal ini termasuk kategori tindakan baik. Sedangkan yang tidak menggunakan garam beryodium (kategori kurang) adalah sebanyak 4 orang atau 26,7 %.
Berdasarkan data tersebut kita dapat melihat bahwa masih terdapat beberapa warga yang kurang atau tidak mengetahui apa garam beryodium itu. Selain itu, dari data hasil wawancara kami terlihat terjadi ketimpangan antara tindakan dan pengetahuan atau sebaliknya. Hal ini dapat dilihat dimana 11 orang responden menggunakan garam beryodium tetapi hanya 8 orang diantaranya yang mengetahui dengan baik mengenai garam beryodium (manfaat, dampak defisiensi, sumber, penggunaan serta penempatannya). Ini berarti bahwa terdapat 3 orang responden yang menggunakan garam beryodium tetapi tidak mengetahui manfaatnya.
Sekalipun mereka menggunakan, namun harus juga diimbangi dengan pengetahuan, sehingga mereka dapat lebih memahami manfaat dari garam beryodium serta cara penggunaan dan penyimpanannya, sebab hal tersebut turut menjadi faktor yang dapat mempengaruhi asupan yodium pada tubuh. Pengetahuan yang baik mengenai garam beryodium juga akan mempengaruhi konsistensi seseorang dalam menggunakan atau mengkonsumsi garam beryodium tersebut.

4.      Masalah Pemberian Makanan Tambahan
Penilaian pengetahuan untuk masalah PMT meliputi pengetahuan mengenai apa PMT itu dan apa fungsinya. Dari 15 responden yang didata di Dusun Kasimburang, yang mempunyai pengetahuan baik mengenai PMT adalah sebanyak 4 orang atau 26,7 % dan tidak ada yang memiliki pengetahuan cukup atau 0%. Sedangkan yang kurang, dalam hal ini tidak mengetahui apa PMT itu adalah sebanyak 11 orang atau 73,3%. Dengan demikian bahwa lebih dari setengah responden tidak mengetahui atau memiliki pengetahuan yang minim mengenai PMT. Hal ini tentunya harus mendapatkan perhatian khusus, mengingat bahwa sebenarnya, PMT dapat mudah diberikan pada bayi atau balita terlebih dengan memanfaatkan bahan atau sumber daya yang ada di desa setempat seperti kacang hijau dan jagung. Karenanya, responden harus diberikan pengetahuan mengenai PMT termasuk resep pembuatan PMT yang mudah dan murah.
Sedangkan untuk penilaian terkait tindakan, berdasarkan kuesioner dilihat dari tindakan pemberian makanan tambahan dikhususkan pada waktu (usia bayi) pemberian makanan tambahan tersebut yaitu terdapat 11 responden yang masuk dalam tindakan berkategori baik atau sekitar 73.3% dari 15 responden yang didata di Dusun Kasimburang. Sedangkan yang termasuk kategori kurang adalah sebanyak 4 orang atau 26,7% serta 0% untuk kategori cukup.
Dari penilaian mengenai pengetahuan dan tindakan mengenai PMT juga terdapat ketimpangan dimana terdapat ketidakseimbangan antara tindakan dan pengetahuan. Sebelas orang responden telah melakukan tidakan kategori baik terkhusus dari segi usia pemberian makanan tambahan, namun hal itu tidak dibarengi dengan pengetahuan responden. Hal ini terlihat dari data yang kami peroleh bahwa dari jumlah 15 responden, sebelas responden yang berkategori melakukan tindakan pemberian makanan tambahan dengan baik namun ternyata hanya 4 orang responden yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai PMT. Setidaknya, kita dapat menarik kesimpulan bahwa terdapat beberapa responden yang memberikan PMT tanpa dilandasi dengan pengetahuan atau dengan pengetahuan yang masih kurang.

5.      Masalah Penggunaan Alat Pelindung Diri saat Bertani
Penilaian untuk masalah kesehatan dan keselamatan kerja berdasarkan prioritas masalah yang telah disepakati yakni masalah kurangnya penggunaan alat pelindung diri dan kurangnya  pengetahuan mengenai manfaat penggunaan alat pelindung diri.
Penilaian atau scoring pengetahuan tentang alat pelindung diri meliputi pengetahuan tentang alat pelindung diri beserta manfaatnya.  Berdasarkan pendataan yang telah kami lakukan  pada 20 responden, diketahui bahwa  dari 20 responden tersebut tidak ada satupun yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang alat pelindung diri, yang pengetahuannya cukup yakni sebanyak 2 orang (10 %). Dan kurang yakni sebanyak 18 orang (90 %). Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden yang pengetahuannya kurang mengenai apa itu APD dan apa manfaatnya. Oleh karena itu, masyarakat terutama para petani sangat butuh pemberian informasi agar mereka dapat mengetahui hal tersebut guna menjaga kesehatan dan keselamatan mereka pada saat bekerja. Sedangkan untuk penilaian sikap/tindakan tentang alat pelindung diri termasuk higiene perorangan meliputi kebiasaan pada saat menggunakan pestisida, teknik/cara menyemprot hama, jenis alat pelindung diri yang digunakan, aktivitas yang dilakukan setelah menyemprot pestisida, tempat membuang sampah/botol bekas pestisida, dan tempat menyimpan alat penyemprot.
Berdasarkan pendataan dari segi tindakan diketahui bahwa dari 20 responden yang didata di Dusun Kasimburang, yang menggunakan alat pelindung diri pada saat bertani termasuk higiene perorangan adalah sebanyak 6 orang (30 %) yang dalam hal ini termasuk kategori baik, sedangkan yang hanya menggunakan sebagian alat pelindung diri  termasuk higiene perorangan yakni sebanyak 1 orang (5 %) kategori ini termasuk cukup, dan  jumlah responden yang sangat minim munggunakan alat pelindung diri termasuk higiene perorangan yakni sebanyak 13 orang (65 %) kategori ini termasuk kurang. Hal ini juga, menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat khususnya petani yang tidak menggunakan alat pelindung diri pada saat menyemprot pestisida. kalaupun mereka menggunakan, mereka hanya memakai salah satunya saja dari semua alat pelindung diri. Misalnya, hanya menggunakan baju lengan panjang saja tanpa menggunakan celana panjang, masker, dan sarung tangan. Termasuk hygiene perorangan masih terdapat beberapa orang yang tidak mengaplikasikannya misalnya, tidak  mandi setelah menyemprot pestisida. padahal, itu berbahaya bagi kesehatan mereka.
Oleh karena itu, masyarakat khususnya petani sangat membutuhkan pengetahuan untuk melakukan tindakan yang baik pada saat menyemprot pestisida serta menjaga higiene perorangan.

Selain kelima intervensi tersebut di atas, kamipun mengadakan beberapa kegiatan tambahan berupa sosialisasi atau penyuluhan di beberapa instansi pendidikan dan organisasi keagamaan yang ada di desa setempat. Berikut adalah gambaran dari kegiatan tambahan kami:
1.      Sosialisasi kesehatan di SD Inpres Kasimburang
Untuk mendukung kegiatan intervensi yang kami lakukan pada PBL (Pengalaman Belajar Lapangan) II ini kamipun mengadakan beberapa kegiatan tambahan berupa sosialisasi ke beberapa instansi pendidikan yang ada di Desa Belapunranga khususnya di Dusun Kasimburang dan salah satunya di SD Inpres Kasimburang.  Adapun penyuluhan yang kami lakukan bertempat di SD Inpres Kasimburang pada tanggal 10 Februari 2011 tepatnya pada pukul 09.00 WITA dimana dalam hal ini kami memberikan penyuluhan adapun pembahsan yang kami berikan kepada mereka lebih mengarah tentang PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat). Dalam hal ini ada 5 point pembahasan penyuluhan yang kami berikan, diantaranya:
a.    Cuci tangan di air yang mengalir
b.   Mandi yang teratur
c.    Menggosok gigi minimal 2 kali dalam sehari
d.   Biasakan sarapan
e.    Mengurangi jajanan
f.    Berolahraga yang teratur 
Kegiatan ini bertujuan agar siswa-siswi setempat dapat lebih memahami tentang pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat mulai dari hal-hal yang kecil sehingga mereka dapat menyadari pentingnya memelihara kesehatan sejak dini. Adapun sasaran kami dalam kegiatan ini adalah siswa-siswi kelas 5-6 SD Negeri 02 Kasimburang dan kegiatan ini kami lakukan di sekolah setempat.
Kegiatan ini berjalan dengan baik dan lancer tanpa ada hambatan sedikitpun hal ini karena factor pendukung dari para guru juga antusias siswa-siswi setempat menerima kehadiran kami terbukti dari penyambutan kedatangan kami hingga kegiatan berlangsung, banyak pertanyaan yang diajukan kepada kami.

2.      Sosialisasi kesehatan di SMP Negeri 02 Parang Loe Kab. Gowa
Pada PBL II ini kami melakukan kegiatan intervensi, baik itu intervensi fisik maupun non fisik seperti penyuluhan. Penyuluhan yang kami lakukan tidak hanya berfokus pada bapak–bapak dan ibu–ibu di Dusun Kasimburang tapi kami juga melakukan penyuluhan/sosialisasi PHBS (Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat ), PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang) dan Pemanfaatan tempat sampah di SMP Negeri 2 Parangloe. Kegiatan penyuluhan ini kami lakukan hanya sebagai kegiatan tambahan yang diharapkan dapat menjadi faktor penunjang berhasilnya kegiatan intervensi, baik fisik maupun non fisik.
Kegiatan ini kami laksanakan pada hari Selasa, 8 Februari 2011 tepatnya pukul 10.30. Kegiatan sosialisasi yang kami lakukan ini mendapat respon yang sangat baik dari guru dan siswa-siswi SMP Negei 2 Parangloe. Hal ini sangat membantu kami dalam kelancaran kegiatan tersebut sebab mereka sangat antusias dalam mengikuti kegiatan penyuluhan.
Dalam kegiatan sosialisasi ini, materi yang  kami paparkan sangat menarik. Hal ini ditandai dengan keaktifan siswa dalam mengajukan beberapa pertanyaan.

3.      Sosialisasi kesehatan di SMA Hizbul Wathan Kec. Parangloe Kab. Gowa
Sosialisasi ini dilaksanakan pada tanggal 9 februari 2011 pada pukul 12.00 WITA (setelah kedatangan supervisor di posko kami) dan selanjutnya kami berangkat menuju SMA Hizbul Wathan yang terletak tidak jauh dari kantor Desa Belapunranga dan Pasar Kasimburang. Kami tidak langsung serta-merta melakukan sosialisasi di sekolah tersebut, terlebih dahulu kami bertamu ke rumah bapak kepala Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Hizbul Wathan yang letaknya tidak jauh dari YPI Hizbul Wathan. Kami menyampaikan maksud kedatangan kami dan memastikan persetujuan dari pemilik yayasan sekolah tersebut. Setelah berbincang-bincang singkat dan mendapat persetujuan kami dipersilahkan dan diantarkan ke dalam sekolah. Dari saran pihak sekolah kami melakukan sosialisasi kesehatan lingkungan dan gizi didalam mesjid milik sekolah tersebut setelah shalat Dhuhur berjamaah beserta guru, staf dan siswa-siswi sekolah.
Sosialisasi dimulai pada pukul 13.00 WITA. Sosialisasi tersebut diikuti siswa-siswi kelas X, XI, dan XII SMA Hizbul Wathan yang disaksikan jg oleh beberapa guru dan staf sekolah. Setelah pembukaan oleh protokol dan perkenalan/penyampaian maksud kedatangan kami oleh koordinator desa, kemudian dilanjutkan pemaparan singkat mengenai kesehatan lingkungan yakni PHBS di lingkungan sekolah. Setelah itu kami tidak lupa memaparkan mengenai gizi kesehatan masyarakat yakni 13 PUGS. Karena sekolah tersebut merupakan sekolah berlatarkan islami sehingga kami menambahkan pesan-pesan agama di antara materi-materi sosialisasi yang ada. Karena remaja merupakan generasi penerus, kami berusaha menanamkan dalam hati dan pikiran mereka mengenai pentingnya menjaga kesehatan. Selain itu kami berusaha bagaimana mereka bisa mengubah/memodifikasi kebiasaan-kebiasaan  yang kurang tepat dan dapat merugikan kesehatan pribadi, keluarga, serta masyarakat pada umumnya sehingga menjadi kebiasaan yang lebih baik dan menguntungkan.
Para siswa sangat antusias dalam mendengarkan/memperhatikan pemaparan materi singkat yang kami bawakan. Hal tersebut terlihat dari antusiasme mereka bertanya tentang hal-hal yang menyangkut materi yang telah dipaparkan. Tidak hanya siswa-siswi, tapi juga para guru antusias di dalam mengikuti diskusi/tanya jawab yang berlangsung. Beberapa orang guru yang hadir di tempat itu ikut mengajukan pertanyaan baik yang menyangkut materi PHBS dan PUGS ataupun masalah-masalah lain yang ada hubungannya dengan kesehatan. Setelah kami menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul, kami mengembalikan jawaban tersebut baik kepada si penanya maupun peserta sosialisasi yang lain agar terjadi feedback dan tertcipta suasana diskusi yang baik dan tidak membosankan. Tidak sedikit dari pertanyaan yang muncul menyangkut pandangan Islam terhadap masalah-masalah kesehatan masyarakat (kesehatan lingkungan dan gizi). Diskusi berakhir pada pukul 15.25 WITA.
Setelah berakhirnya diskusi kami bersama guru, staf,  dan siswa-siswi SMA Hizbul Wathan kami menutup sosialisasi kami pun di sekolah tersebut. Kami juga menyampaikan harapan agar mereka dapat menyampaikan dan meneruskan hal yang mereka dapatkan pada sosialisasi saat itu kepada keluarga maupun masyarakat yang lain. Karena apa artinya ilmu tanpa dimanfaatkan demi kemashlahatan orang banyak.

4.      Sosialisasi kepada Anggota Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kec. Parangloe Kab. Gowa
Salah satu kegiatan tambahan yang kami lakukan di samping kegiatan intervensi pada prioritas masalah adalah kegiatan sosialisasi kepada Anggota Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kec. Parangloe Kab. Gowa. Kegiatan ini terlaksana atas kerja sama kami dengan pengurus IPM Kec. Parangloe Kab. Gowa terutama ketua IPM Kec. Parangloe Kab. Gowa yang dalam hal ini juga merupakan anak ibu posko kami.
Adapun tujuan sosialisasi ini adalah sebagai pendukung kegiatan intervensi kami, selain itu kami berharap agar pemuda-pemudi yang tergabung dalam IPM Kec. Parangloe Kab. Gowa ini dapat ikut serta meningkatkan kesehatan desa dan warga mereka dengan ikut serta mengaplikasikan dan menyebarluaskan informasi kesehatan yang diperoleh baik dari penyuluhan kami atau pun sumber informasi kesehatan lainnya. Sedangkan sumber/biaya yang digunakan untuk kegiatan sosialisasi ini adalah berasal dari kas/dana IPM Kec. Parangloe Kab. Gowa.
Sama seperti kegiatan sosialisasi kami di beberapa instansi pendidikan lainnya, pada sosialisasi di IPM Kec. Parangloe Kab. Gowa, kami juga mengangkat materi Pesan Umum Gizi Seimbang (PUGS) dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Kegiatan ini kami laksanakan tepatnya pada hari Ahad, 13 Februari 2011 yang bertepatan dengan diadakannya kegiatan bulanan berupa Follow up oleh IPM Kec. Parangloe Kab. Gowa.
Sosialisasi dimulai sekitar pukul 10.00 WITA hingga sekitar pukul 12.00 WITA. Kegiatan sosialisasi ini dihadiri lebih dari 30 peserta. Kegiatan nampak berjalan lancar dan lebih semarak dengan munculnya sejumlah pertanyaan dari para peserta, baik pertanyaan menyangkut PUGS maupun PHBS. Selain menyangkut materi yang kami bawakan, beberapa peserta juga menanyakan masalah kesehatan yang diintegrasikan dengan agama, beruntung semua pertanyaan dapat kami jawab. 

C.  Faktor Pendukung dan Penghambat
Kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) II ini dilaksanakan di Desa Belapunrangan Dusun Kasimburang dimana kegiatan ini berlangsung selama 2 pekan sejak tanggal 01 Februari – 14 Februari 2011. Tentunya dalam kegiatan ini tidak lepas dari faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukung kami dalam pelaksanaan kegiatan PBL II ini terutama pada kegiatan intervensi dan kegiatan tambahan kami lainnya adalah sebagai berikut:
1.      Kesehatan Lingkungan
a.       Sambutan yang baik atas kedatangan kami oleh warga Desa Belapunranga khususnya Dusun Kasimburang sehingga membuat kegiatan kami dapat berjaan lancar dan diterima dengan baik.
b.      Bantuan dari Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar berupa dana dan modul materi penyuluhan sehingga memudahkan kami dalam intervensi fisik maupun intervensi non fisik.
c.       Adanya sumber daya alam misalnya bambu di sekitar posko/milik warga yang dapat kami gunakan untuk bahan pembuatan salah satu intervensi fisik yang kami lakukan yaitu intervensi untuk masalah tempat pembuangan sampah percontohan.
d.      Tokoh Masyarakat, Tokoh agama, dan beberapa pemuda di Dusun Kasimburang dan Dusun Allukeke turut bekerjasama dan membantu kami untuk kelancaran kegiatan intervensi kami dalam pembuatan tempat pembuangan sampah percontohan.
2.      Gizi
a.       Sambutan yang baik dari Pemerintah Desa Belapunranga dan Para stafnya sehingga membuat acara kami berjalan lancar dan diterima dengan baik oleh warga setempat.
b.      Bantuan dana dari Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar setidaknya dapat membantu kami saat intervensi fisik PMT.
c.       Adanya sumber daya alam misalnya gula merah dari hasil perkebunan warga yang dapat kami gunakan untuk bahan pembuatan salah satu intervensi fisik yang kami lakukan yaitu intervensi untuk masalah Pemberian Makanan Tambahan.
d.      Tokoh Masyarakat, Bidan Desa, dan beberapa kader Posyandu di Dusun Kasimburang turut bekerjasama dan membantu kami untuk kelancaran kegiatan intervensi kami dalam pembuatan Makanan Tambahan.
3.      Kesehatan dan Keselaman Kerja (K3)
a.       Sambutan dan kerjasama yang baik dari ketua kelompok tani Desa Belapunranga khususnya Dusun Kasimburang sehingga memudahkan kami saat intervensi.
e.        Bantuan dana dari Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar setidaknya dapat membantu kami saat intervensi tentang pengguanaan APD saat bertani. 





Adapun faktor penghambat kami selama pelaksanaan kegiatan PBL II ini antara lain sebagai berikut:
1.      Kesehatan Lingkungan
a.       Beberapa peserta PBL II di posko kami tidak dapat berbahasa Makassar (bahasa daerah setempat), sehingga sedikit banyaknya mempengaruhi proses intervensi kami.
2.      Gizi
a.       Minimnya responden gizi yang disebabkan karena factor situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan dari anak ibu-ibu/ peserta posyandu, seperti sakit/rewel, dan tertidur, sehingga beberapa ibu calon responden harus pulang/ tidak sempat mengikuti kegiatan intervensi kami.
b.      Masih terdapat beberapa warga yang kurang tertarik untuk mengikuti kegiatan-kegiatan penyuluhan atau kegiatan perkumpulan lainnya, disebabkan karena mereka terlanjur mempunyai image yang kurang baik terhadap kegiatan-kegiatan sosialisasi, hal ini juga disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan info mengenai pentingnya penyuluhan. 
3.      Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
a.       Beberapa peserta PBL II di posko kami tidak dapat berbahasa Makassar (bahasa daerah setempat), sehingga sedikit banyaknya mempengaruhi proses intervensi kami.







BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil kesepakatan dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama Dusun Kasimburang dan Dusun Allukeke maka yang menjadi prioritas masalah kami sekaligus intervensi yang berhasil kami lakukan pada PBL II adalah sebagai berikut :
1.   Masalah Tempat Pembuangan Sampah
Bentuk intervensi yang kami lakukan untuk masalah ini adalah intervensi fisik dan non fisik. Intervensi fisik yang kami lakukan adalah dengan membuat tempat sampah percontohan yang memisahkan sampah basah dan kering. Untuk intervensi non fisik, kami melakukan penyuluhan mengenai dampak membuang sampah di sembarang tempat, pemisahan sampah basah dan kering, contoh pengolahan sampah menjadi barang baru, serta memberikan sosialisasi mengenai pembuatan tempat sampah dengan menggunakan bahan-bahan sederhana yang mudah diperoleh seperti bambu atau ember cat bekas.
2.   Masalah kepemilikan jamban warga
Intervensi yang kami lakukan untuk masalah kepemilikan jamban adalah interfensi non fisik, yaitu dengan memberikan penjelasan mengenai apa dan bagaimana manfaat keberadaan jamban bagi kesehatan. Tak lupa kamipun memberikan sosialisasi mengenai pembuatan jamban dengan memanfaatkan bahan-bahan yang mudah dan murah yang dapat mereka miliki seperti bambu dan seng.
3.   Masalah pengonsumsian garam beriodium
Adapun intervensi yang kami lakukan untuk masalah ini adalah intervensi non fisik yaitu dengan memberikan sosialisasi mengenai Yodium yang meliputi pengertian, manfaat, sumber, cara penyimpanan dan penggunaan, serta bagaimana mengidentifikasi keberadaan yodium pada garam.

4.   Masalah Pemberian Makanan Tambahan
Untuk PMT, intervensi yang kami lakukan adalah intervensi fisik yaitu pembuatan PMT dari bubur kacang hijau dan intervensi non fisik berupa sosialisasi mengenai manfaat, bahan/resep, serta waktu PMT.
5.   Masalah penggunaan pestisida dan minimnya penggunaan APD saat Bertani
Intervensi yang dilakukan yaitu intervensi fisik dan intervensi non fisik. Intervensi fisik yaitu memberikan contoh kepada petani tentang penggunaan APD saat bertani dan cara menggunakan pestisida. Adapun intervensi non fisiknya yaitu dengan penyuluhan kepada petani mengenai teknik penggunaan pestisida yang baik dan benar serta bagaimana memanfaatkan bahan-bahan lain sebagai APD seperti kain perca atau baju bekas untuk pengganti masker.

B.    Saran
Dari pengalaman belajar lapangan II (PBL II) ini, maka kami menyarankan hal-hal sebagai berikut :
1.      Mahasiswa agar dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan dari proses belajar di kampus maupun di lapangan.
2.      Masyarakat agar meningkatkan partisipasinya dalam menyelesaikan masalah kesehatan di sekitar tempat tinggal mereka agar misi kesehatan dapat tercapai.
3.      Pemerintah setempat diharapkan dapat memberi dukungan baik moril maupun material serta kerja samanya dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul di masyarakat agar program–program yang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar