BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah kesehatan
telah ditempatkan dalam suatu pola dalam pemikiran baru yang disebut paradigma
sehat yang menempatkan isu sehat sebagai bagian utama pembangunan kesehatan.
Lebih lanjut paradigma ini dijabarkan sebagai suatu konsep nasional pembangunan
yang berwawasan kesehatan.
Konsep pembangunan
ini selanjutnya diharapkan dapat mencapai suatu Indonesia sehat 2010, yang
selanjutnya harus didukung oleh Propinsi sehat, Kabupaten sehat, Kecamatan
sehat sampai pada Desa sehat yang seterusnya didukung oleh sendi-sendi terkecil
dari masyarakat yaitu keluarga yang sehat. Kesemuannya ini sesuai dengan dasar
pembangunan Nasional yang senantiasa ingin menciptakan sumber daya manusia
(SDM) yang produktif, kreatif, dan sejahtera yang terwujud dalam suatu
masyarakat madani (civil society) dalam era Indonesia baru.
Pembangunan kesehatan
merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap
dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
secara menyeluruh. Tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan adalah
tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk, agar dapat mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Untuk mencapai tujuan itu perlu dikerahkan segala potensi yang ada di
masyarakat.
Program
Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, yang merupakan sebuah
institusi pendidikan kesehatan, mempunyai komitmen moral untuk mendukung
pencapaian Indonesia Sehat 2010 melalui pembelajaran di masyarakat berupa
kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) untuk mengetahui sejauh mana tingkat
kesehatan di suatu masyarakat.
Mata
kuliah pengalaman belajar lapangan (PBL) termasuk dalam kelompok Mata Kuliah
Keahlian Berkarya disingkat MKB yang bertujuan untuk menghasilkan tenaga ahli
dengan kekaryaan dan berdasarkan dasar ilmu dan keterampilan kesehatan
masyarakat yang dimiliki. Mata kuliah ini memperkuat penguasaan dan memperluas wawasan
kompetensi keahlian dalam berkarya di masyarakat sesuai dengan keunggulan
kompetitif serta komparatif penyelenggaraan program studi kesehatan masyarakat.
Pengalaman
Belajar Lapangan yang biasa disingkat PBL merupakan proses belajar untuk
mendapatkan kemampuan profesional kesehatan masyarakat, yaitu menerapkan
diagnosa komunitas yang intinya mengenali, mengembangkan program penanganan
masalah kesehatan masyarakat yang bersifat promotif dan preventif, bertindak
sebagai manajer madya yang dapat berfungsi sebagai pelaksana, pengelola,
pendidikan dan peneliti, melakukan pendekatan pada masyarakat dan bekerja dalam
tim multidisipliner.
Kegiatan
PBL dilakukan dengan melibatkan institusi yang berorientasi langsung pada
peningkatan derajat kesehatan masyarakat seperti dinas kesehatan kabupaten/kota
maupun institusi yang dapat memberi kontribusi dalam bidang kesehatan, misalnya Puskesmas dan posyandu. PBL ini terdiri dari 3 tahapan mengikuti siklus
perencanaan dan evaluasi yaitu PBL I, PBL II, dan kegiatan PBL III. Kegiatan
PBL I berisi kegiatan berupa pengumpulan
data di setiap rumah untuk memperoleh informasi mengenai masalah-masalah
kesehatan ataupun masalah lain yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut. Kemudian
dilanjutkan dengan analisis masalah dimasyarakat (community diagnosis). Kegiatan
yang dilakukan tersebut merupakan
inti dari PBL berikutnya karena merupakan pondasi awal di dalam menyusun program
berikutnya. Kegagalan atau ketidakmaksimalan kegiatan PBL I akan mencerminkan
pelaksanaan PBL II dan PBL III. Selanjutnya, PBL II menitikberatkan pada penentuan
prioritas masalah serta pelaksanaan program intervensi
terhadap masalah-masalah kesehatan yang menjadi prioritas masalah di lingkungan
tersebut sedangkan
PBL III berisi kegiatan evaluasi terhadap
hasil kegiatan yang telah dilakukan pada saat PBL II dan melakukan perbaikan-perbaikan jika dianggap perlu.
Dalam
kegiatan PBL I sebelumnya, kami selaku mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar telah
mengidentifikasi permasalahan kesehatan masyarakat di Dusun Kasimburang dan
Allukeke Desa Belapunranga, Kecamatan Parang Loe, Kabupaten Gowa. Beberapa
permasalahan kesehatan tersebut yakni, mengenai kepemilikan jamban, pembuangan
limbah, penggunaan garam beryodium, pembuangan sampah, pemanfaatan pekarangan,
pengetahuan tentang colustrum,
pemberian makanan tambahan pada bayi dan balita, kebiasaan merokok, kotoran hewan yang
berserakan, dan cara penggunaan pestisida serta perilaku hidup bersih dan sehat.
Berdasarkan data yang didapatkan pada PBL I, maka pada PBL II ini kami
diharapkan mampu merencanakan dan melaksanakan kegiatan intervensi kesehatan
masyarakat untuk menyelesaikan masalah-masalah kesehatan serta meningkatkan
kesehatan masyarakat di Desa Belapunranga Kecamatan Parang Loe Kabupaten Gowa.
Setelah
melakukan pengumpulan data pada saat PBL
I, kami melakukan analisis pada data tersebut untuk kemudian kami pergunakan
dalam penentuan prioritas masalah yang akan kami berikan intervensi pada PBL
II. Dari beberapa masalah yang kami dapatakan dilapangan, adapun masalah yang
menjadi prioritas yang kami anggap perlu mendapat perhatian dan perlu
dilakukannya intervensi terhadap masalah tersebut yakni:
1. Pengolahan sampah organik dan anorganik
2. Pemanfaatan tempat
pembuangan sampah
3. Pengadaan dan penggunaan Jamban
4.
Pemberian makanan tambahan pada bayi dan balita
5. Penggunaan garam beryodium
6. Penggunaan pestisida
Itulah beberapa masalah yang kami jadikan prioritas di
Dusun Kasimburang
dan Allukeke
Desa Belapunranga
Kecamatan Parang Loe, Kabupaten Gowa. Dengan itu, kami kemudian melakukan
beberapa program intervensi yang dapat
membantu
penyelesaian masalah-masalah tersebut. Program intervensi yang kami lakukan
terdiri atas dua jenis, yakni intervensi fisik dan non fisik, yang lebih
jelasnya ada pada laporan ini.
Seperti yang telah
dibahas sebelumnya, kegiatan PBL II merupakan kelanjutan dari PBL I yang telah
kami adakan, di tahap ini mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan kemampuannya
dalam bersosialisasi dengan masyarakat dan kemampuann untuk dapat memberikan
pemecahan terhadap prioritas masalah yang telah ditentukan pada PBL I, sehingga
masyarakat dapat mengetahui masalah-masalah yang ada di lokasi PBL serta mampu
menyelesaikan masalah yang
mereka hadapi.
Setelah enam bulan, kami akan kembali melakukan PBL III di
tempat yang sama dengan tujuan untuk mengevaluasi kegiatan-kegiatan intervensi
yang telah kami lakukan, apakah berhasil atau tidak, semua disesuaikan dengan
indikator keberhasilan yang telah kami tetapkan pada Plan of Action.
Demikianlah beberapa gambaran umum dari laporan kami, untuk lebih jelasnya kita
dapat memperhatikan uraian hasil kegiatan PBL II kami pada laporan ini.
B.
Tujuan
1.
Tujuan Umum:
Adapun
tujuan umum kegiatan ini adalah:
a.
Memberikan
pengalaman terhadap masalah-masalah kesehatan masyarakat di lapangan yang
sebenarnya, serta mencoba melakukan upaya-upaya pemecahan masalah dengan teori
dan praktik yang telah diperoleh selama masa perkuliahan.
b.
Mendapatkan
kemampuan professional kesehatan masyarakat dimana kemampuan tersebut merupakan
kemampuan spesifik yang harus dimiliki oleh seorang sarjana kesehatan
masyarakat.
2.
Tujuan Khusus:
Adapun
tujuan khusus kegiatan ini adalah:
a.
Mahasiswa
mampu menganalisis permasalahan yang ada di masyarakat bersama-sama dengan
anggota masyarakat.
b.
Mahasiswa
dapat menentukan prioritas masalah dan merumuskan bentuk solusinya bersama
dengan anggota masyarakat.
c.
Mahasiswa
mampu menganalisis faktor penyebab masalah (root
cause analysis) yang dituangkan dalam bentuk pohon masalah dan dirumuskan
bersama dengan masyarakat.
d.
Mahasiswa
mampu membuat proposal secara sederhana dalam bentuk Plan of Action (POA) dari masalah yang akan diintervensi.
e.
Mahasiswa
mampu bekerjasama dengan masyarakat setempat dalam melaksanakan kegiatan
intervensi fisik.
f.
Mahasiswa
mampu membuat suatu laporan kegiatan pada setiap kegiatan yang telah dilakukan.
C.
Manfaat
1. Manfaat
Ilmiah:
Kegiatan PBL ini
diharapkan dapat menambah wawasan dan memperkaya ilmu pengetahuan dibidang
kesehatan masyarakat yang menjadi referensi kepustakaan.
2. Manfaat
Praktis:
Kegiatan PBL ini
diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi pemerintah setempat Dusun Kasimburang dan
Allukeke Desa Belapunranga Kecamatan Parang Loe Kabupaten
Gowa khususnya bagi masyarakat setempat dalam meningkatkan derajat kesehatan.
3. Manfaat
bagi Mahasiswa:
Kegiatan
PBL ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam
mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan di bangku perkuliahan.
Adapun manfaat yang diperoleh dari PBL II ini adalah
sebagai berikut:
1.
Meningkatkan
kemampuan mahasiswa dalam menganalisis masalah kesehatan masyarakat.
2.
Membantu
masyarakat dalam pemecahan masalah yang dihadapi.
3.
Menumbuhkan
kesadaran pada masyarakat akan pentingnya kesehatan, baik kesehatan jasmani
maupun rohani.
4.
Mengaktifkan
pera serta masyarakat dalam kegiatan kesehatan.
BAB II
URAIAN KEGIATAN
A.
Prioritas
dan Indikator Masalah
Kondisi
masyarakat yang beraneka ragam dan perilaku yang berbeda menyebabkan makin
kompleksnya masalah kesehatan yang muncul dalam satu kelompok masyarakat,
sehingga upaya untuk menanggulangi hal tersebut haruslah secara bertahap
berdasarkan prioritas masalah yang ada dan telah ditentukan berdasarkan base
line data pada PBL I. Selain itu, dalam menentukan prioritas masalah dan
intervensi di Dusun Kasimburang dan Allukeke ditunjang juga oleh hasil
musyawarah yang dilakukan bersama dengan tokoh-tokoh masyarakat di Dusun
Kasimburang dan Allukeke.
Adapun rumusan
indikator masalah di Dusun Kasimburang dan Allukeke yang kami ajukan yaitu:
1. Masalah
Kesehatan Lingkungan
a.
Masalah kepemilikan jamban warga
Untuk masalah jamban, dari
kedua dusun yang kami data, dominan dari warga tidak memiliki jamban, yakni
dengan persentase lebih dari seperdua dari keseluruhan KK yang ada. Untuk Dusun
Allukeke dengan jumlah KK sebanyak 79, terdapat 64 KK yang tidak memiliki
jamban. Sementara di Dusun Kasimburang yang terdiri dari 174 KK, terdapat
sebanyak 90 KK yang tidak memiliki jamban atau masing-masing sebesar 81% dan
51,7%. Masyarakat yang tidak memiliki jamban ini lebih memilih untuk buang air
besar di tempat-tempat terbuka seperti semak-semak atau di kebun karena mereka
menganggap hal itu lebih praktis serta mereka juga tidak terbiasa buang air di
jamban. Alasan utama lainnya yang mereka kemukakan adalah faktor dana yang
tidak mencukupi untuk pembuatan jamban di rumah mereka.
b.
Masalah Tempat Pembuangan Sampah
Setelah melakukan pendataan dan
observasi langsung saat PBL I, maka diperoleh data bahwa dominan warga yang ada di Dusun
Allukeke membuang sampah mereka di sekitar rumah atau di kebun yang tidak jauh
dari rumahnya, hal ini tentunya aka menimbulkan efek negatif terhadap manusia
dan lingkunan sekitar, selain itu mereka tidak memisahkan sampah kering dan
sampah basah, biasanya mereka juga membakar sampah di sekitar rumah setelah
sampah dikumpulkan seperti yang terdapat di Dusun Allukeke yaitu sebanyak 59 KK
atau sebesar 74,7%. Namun, pembakaran tersebut sedikit banyak dapat memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan
yaitu dapat menimbulkan ISPA. Karenanya diperlukan solusi lain untuk
pengelolaan sampah tersebut agar sampah kemudian tidak kembali menimbulkan penyakit
namun dapat diolah dan digunakan kembali untuk keperluan tertentu.
c. Masalah
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Masalah
PHBS warga di kedua dusun ini belum banyak yang teraplikasikan untuk saat ini,
maka dari itu kami mengangkat hal ini sebagai masalah. Hal yang terkait dalam
PHBS ini yaitu kebiasaan sehari-hari seperti mencuci tangan dan menggosok gigi
terutama bagi anak-anak.
Masalah
pembuangan limbah dan pengolahan limbah rumah tangga baik
d.
Masalah perilaku merokok warga terutama
perilaku merokok di dalam rumah
Dominan
dari warga Dusun Kasimburang dan Allukeke adalah petani dan mereka memiliki
kebiasaan merokok yang sudah menahun, merekapun merokok di dalam rumah. Hal ini
sudah merupakan masalah bagi kalangan Penyakit Tidak Menular (PTM) karena
beberapa PTM yang mematikan disebabkan oleh rokok. Oleh karena itu, rokok kami
jadikan sebuah masalah yang besar di kedua dusun ini.
e. Masalah
Pembuangan limbah padat-cair maupun organik-anorganik.
Di Dusun
Kasimburang dan Allukeke pembuangan limbahnya baik itu limbah padat maupun
limbah cair lebih banyak dialirkan ke sekitar rumah warga yang bisa saja
mengganggu lingkungan dan mudah menimbulkan penyakit. Hal ini terlihat dari pendataan
yang kami lakukan, di Dusun Allukeke dengan jumlah KK sebanyak 79, terdapat 72
KK yang membuang air limbahnya di sekitar rumah. Adapun di Dusun Kasimburang
yang memiliki 174 KK, 121 KK yang ada di dusun ini juga membuang air limbahnya
ke sekitar rumah.
2. Masalah Gizi
a. Masalah pengonsumsian garam beriodium
Jumlah
warga yang tidak mengonsumsi garam beriodium dari kedua dusun yang kami data
sangat tinggi, kamipun menemukan beberapa warga yang mengalami gondok. Hal ini
tentunya merupakan sebuah masalah yang harus mendapatkan perhatian lebih.
b.
Masalah Pemberian Makanan Tambahan
Pengetahuan
warga mengenai PMT juga terbilang minim, misalnya dari segi usia pemberian PMT
dan jenis-jenis PMT yang diberikan. Karenanya, hal ini tentunya harus ditindak
lanjuti, mengingat bahwa PMT sebenarnya mudah dibuat oleh warga dan bahannyapun
sebenarnya dapat mereka peroleh dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada
di sekitar tempat tinggal mereka seperti kacang hijau dan jagung.
c. Masalah pengetahuan ibu-ibu tentang colustrum
Dari ibu yang
memiliki balita di Dusun Kasimburang dan Allukeke setengah dari mereka tidak
mengetahui tentang colustrum.
Walaupun setengah dari mereka tahu tentang colustrum tetapi mereka tetap tidak
memberikan colustrum pada bayinya karena mereka tetap menganggap bahwa colustrum adalah susu basi. Karenanya, perlu
untuk memahamkan masyarakat mengenai apa manfaat dari colustrum tersebut yang sangat bermanfaat untuk bayi mereka.
3. Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja
a.
Masalah penggunaan pestisida oleh petani
Pekerjaan
yang paling banyak di Dusun Kasimburang dan Allukeke yaitu petani. Petani di
kedua dusun ini rata-rata menggunakan pestisida untuk meningkatkan kualitas
hasil pertanian mereka. Oleh karena itu, untuk tetap meningkatkan produksi
pertanian para petani, maka perlu pula diadakan peningkatan pengetahuan untuk
pengendalian penyakit akibat kerja agar produktivitas kerja mereka terjaga.
b. Masalah minimnya penggunaan Alat Pelindung
Diri saat Bertani
Penggunaan alat pelindung diri saat
bertani juga sangat minim diterapkan oleh petani di Dusun Kasimburang dan
Allukeke. Hal ini tentunya dapat berdampak langsung pada kesehatan mereka,
misalnya dengan timbulnya berbagai penyakit seperti iritasi kulit, mual, sesak
napas, dan lain sebagainya yang utamanya diakibatkan oleh racun pembunuh hama
yang mereka gunakan di sawah atau kebun.
Berdasarkan
indikator masalah di atas, beberapa di antaranya kami jadikan sebuah prioritas
masalah atau masalah utama yang kemudian akan diberikan tindak lanjut atau
intervensi. Prioritas masalah tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Masalah kepemilikan jamban warga
Masalah
kesehatan lingkungan yang paling tinggi di Dusun Allukeke dan Kasimburang
adalah masalah kepemilikan jamban yang sangat minim, yaitu terdapat lebih dari
50% KK dari keseluruhan KK yang ada baik di Dusun Allukeke maupun Kasimburang.
Akibatnya, dominan warga buang air besar di semak-semak sekitar rumah atau di
kebun. Hal ini tentunya akan dapat mempermudah menularnya penyakit seperti
muntaber dan diare serta munculnya bau yang tidak sedap dan tampak kotor (mengurangi
nilai estetika).
Intervensi
yang kami lakukan untuk masalah kepemilikan jamban adalah intervensi non fisik,
yaitu dengan memberikan penjelasan mengenai apa dan bagaimana manfaat
keberadaan jamban bagi kesehatan. Tak lupa kamipun memberikan sosialisasi
mengenai pembuatan jamban dengan memanfaatkan bahan-bahan yang mudah dan murah
yang dapat mereka miliki seperti bambu dan seng.
2.
Masalah Tempat Pembuangan Sampah
Sampah memang tak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari, sebab dalam memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari manusia akan mengeluarkan produk sisa berupa sampah seperti
sampah dari bungkusan makanan atau alat keperluan sehari-hari lainnya, terutama
sampah dapur yang hampir setiap hari ada. Karenanya, sampah-sampah tersebut
harus ditempatkan pada tempatna dan diolah sebagaimana mestinya agar dapat
dimanfaatkan kembali atau tidak merugikan masyarakat. Akan tetapi berdasarkan
pendataan dan observasi kami di PBL I, ternyata dominan warga di Dusun
Allukeke dan Kasimburang membuang sampah mereka di sekitar rumah atau di kebun,
termasuk tidak memisahkan antara sampah basah dan sampah kering, hal ini
tentunya lebih mempermudah timbulnya penyakit dan merusak pandangan.
Berdasarkan
hal inilah kami selanjutnya menjadikan masalah tempat pembuangan sampah sebagai salah
satu prioritas masalah. Bentuk intervensi yang kami lakukan
untuk masalah ini adalah intervensi fisik dan non fisik. Intervensi fisik yang
kami lakukan adalah dengan membuat tempat sampah percontohan yang memisahkan
sampah basah dan kering. Untuk intervensi non fisik, kami melakukan penyuluhan
mengenai dampak membuang sampah di sembarang tempat, pemisahan sampah basah dan
kering, contoh pengolahan sampah menjadi barang baru, serta memberikan
sosialisasi mengenai pembuatan tempat sampah dengan menggunakan bahan-bahan
sederhana yang mudah diperoleh seperti bambu atau ember cat bekas.
3.
Masalah pengonsumsian garam beriodium
Dari
pendataan dan observasi di PBL I kami memperoleh data mengenai sangat minimnya
pengonsumsian garam beryodium, kamipun menemukan lebih dari satu warga yang
mengalami penyakit gondok. Karenanya, intervensi gizi mengenai garam beryodium
menjadi salah satu prioritas masalah kami.
Adapun
intervensi yang kami lakukan untuk masalah ini adalah intervensi non fisik yaitu
dengan memberikan sosialisasi mengenai Yodium yang meliputi pengertian,
manfaat, sumber, cara penyimpanan dan penggunaan, serta bagaimana
mengidentifikasi keberadaan yodium pada garam.
4.
Masalah Pemberian Makanan Tambahan
Pemberian
makanan tambahan umumnya dianggap sebagai hal yang mudah dan bahan-bahannya pun
mudah diperoleh dan diolah. Hal tersebut tentunya harus ditunjang oleh
pengetahuan sang ibu termasuk kapan waktu yang tepat untuk pemberian makanan
tambahan tersebut. Hal ini terbukti dari kondisi sejumlah warga yang memiliki
bayi, dimana dari base line kami saat PBL I, ternyata terdapat sejumlah ibu
yang tidak mengetahui persis mengenai PMT, misalnya memberikan PMT pada usia
bayi yang masih berusia tiga bulan dan ada pula yang memberikan PMT langsung nasi.
Untuk itu, kami mengankat hal ini sebagai salah satu prioritas masalah.
Untuk
PMT, intervensi yang kami lakukan adalah intervensi fisik yaitu pembuatan PMT
dari bubur kacang hijau dan intervensi non fisik berupa sosialisasi mengenai
manfaat, bahan/resep, serta waktu PMT.
5.
Masalah penggunaan pestisida dan
minimnya penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) saat Bertani
Pestisida merupakan racun hama yang banyak digunakan
oleh petani dengan tujuan untuk membunuh hama demi menyelamatkan pertanian
mereka. Namun di sisi lain racun ini sangat membahayakan bagi kesehatan dan
terkadang petani kurang memperhatikan atau mengebaikan dampak dari penggunaan
pestisida tersebut sehingga mereka sangat mudah terserang penyakit. Oleh karena
itu, intervensi tentang pestisida ini sangat penting kami lakukan agar para
petani terhindar dari keracunan dan dampak lain akibat penggunaan pestisida.
Intervensi yang dilakukan yaitu intervensi fisik dan
intervensi non fisik. Intervensi fisik yaitu memberikan contoh kepada petani
tentang penggunaan APD saat bertani dan cara menggunakan pestisida. Adapun
intervensi non fisiknya yaitu dengan penyuluhan kepada petani mengenai teknik
penggunaan pestisida yang baik dan benar serta bagaimana memanfaatkan
bahan-bahan lain sebagai APD seperti kain perca atau baju bekas untuk pengganti
masker.
B.
Plan
of Action
Plan
Of Action (POA) adalah rumusan rencana kegiatan yang akan diadakan terkait
prioritas masalah yang telah disepakati bersama pemerintah desa setempat.
Demikian halnya dengan POA yang kami buat, yaitu mencakup semua rencana
kegiatan, dalam hal ini adalah rencana kegiatan intervensi yang kami laksanakan
di PBL II. Intervensi yang kami lakukan terdiri dari dua bentuk, yaitu
intervensi fisik dan intervensi non fisik. Intervensi fisik dilakukan dengan
memberikan contoh fisik secara langsung kepada masyarakat seperti pembuatan
tempat sampah percontohan dan demo masak pembuatan Pemberian Makanan Tambahan
(PMT).
Sedangkan
intervensi non fisik berupa sosialisasi kepada warga setempat mengenai beberapa
hal yang menjadi prioritas masalah yang kami angkat seperti sosialisasi
pentingnya mengkonsumsi garam beryodium dengan memaparkan apa manfaat, dampak
defisiensi, sumber dan cara penggunaan, serta penyimpanan garam beryodium.
Penyuluhan dilakukan juga dengan memperlihatkan beberapa alat peraga seperti
poster-poster yang memuat pesan kesehatan.
Adapun
POA yang kami buat adalah mencakup jenis kegiatan, tujuan, sasaran,
biaya/sumber, waktu, tempat, penanggung jawab, dan indikator keberhasilan dari
tiap rencana kegiatan intervensi yang akan kami lakukan (point-point dari POA kelompok
kami, secara lengkap dapat dilihat pada lampiran laporan ini).
Setiap
intervensi yang kami lakukan memiliki tujuan yang bervariasi tergantung pada
masing-masing pokok masalah intervensi yang kami berikan. Demikian pula pada
sasaran kegiatan yang meliputi tokoh masyarakat, tokoh agama, Ibu-ibu Tim
Penggerak PKK, ibu Bidan Desa, kader posyandu, pelajar, dan Bapak-bapak,
Ibu-ibu warga Dusun Kasimburang dan Allukeke secara umum.
Biaya/sumber
dana atau bahan intervensi yang kami gunakan adalah bersumber dari dana yang diberikan Fakultas/Universitas dan
kerjasama dengan warga setempat, adapula bahan intervensi yang diambil dengan
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki warga seperti bambu untuk pembuatan
tempat sampah percontohan.
Waktu
dan tempat pelaksanaan intervensi ditentukan dengan kesepakatan kami bersama
beberapa pihak seperti pemerintah desa setempat dan ketua Kelompok Tani serta
Bidan desa, dan kader posyandu. Adapun indikator keberhasilan telah kami
tetapkan berdasarkan tujuan intervensi dari masing-masing prioritas masalah. Untuk
kelancaran kegiatan, kami menetapkan satu atau lebih penanggung jawab pada
masing-masing kegiatan intervensi, dimana penanggung jawab berperan mengontrol dan meng-handle kegiatan yang diamanahkan.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
1.
Masalah
Tempat Pembuangan Sampah
Tabel 1.1
Distribusi Penduduk
Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Sampah
Dusun
Kasimburang Desa Belapunranga Kec. Parangloe Kab. Gowa
Tahun 2011
Kategori
|
n
|
%
|
Baik
|
18
|
90.0
|
Cukup
|
2
|
10.0
|
Kurang
|
0
|
0
|
Total
|
20
|
100.0
|
Sumber:
Data primer 2011
Berdasarkan
tabel diatas menunjukkan bahwa dari 20 responden yang memiliki pengetahuan baik
mengenai sampah ada 18 orang atau sebanyak 90.0% sedangkan yang pengetahuannya
cukup ada 2 orang atau sebanyak 10.0%.
Tabel 1.2
Distribusi Penduduk
Berdasarkan Sikap/Tindakan Mengenai Sampah
Dusun
Kasimburang Desa Belapunranga Kec. Parangloe Kab. Gowa
Tahun 2011
Kategori
|
n
|
%
|
Baik
|
17
|
85.0
|
Cukup
|
2
|
10.0
|
Kurang
|
1
|
5.0
|
Total
|
20
|
100.0
|
Sumber:
Data primer 2011
Berdasarkan tabel
diatas menunjukkan bahwa dari 20 responden terdapat 17 orang atau 85% yang
mempunyai sikap/tindakan yang baik mengenai pengolahan sampah sedangkan yang
memiliki sikap/tindakan yang kurang hanya ada 1 orang atau 5% dan 2 orangnya
yaitu memiliki sikap/tindakan yang cukup tentang pengolahan sampah.
2. Masalah
Kepemilikan Jamban
Tabel 1.3
Distribusi Penduduk
Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Jamban
Dusun
Kasimburang Desa Belapunranga Kec. Parangloe Kab. Gowa
Tahun 2011
Kategori
|
n
|
%
|
Baik
|
16
|
80.0
|
Cukup
|
2
|
10.0
|
Kurang
|
2
|
10.0
|
Total
|
20
|
100.0
|
Sumber:
Data primer 2011
Tabel
diatas menunjukan bahwa dari 20 responden di Dusun Kasimburang terdapat 16 KK
atau 80% yang memiliki pengetahuan baik mengenai jamban dan hanya 2 KK atau 10%
yang memiliki pengetahuan cukup juga kurang mengenai jamban.
Tabel 1.4
Distribusi Penduduk
Berdasarkan Sikap/Tindakan Mengenai Jamban
Dusun
Kasimburang Desa Belapunranga Kec. Parangloe Kab. Gowa
Tahun 2011
Kategori
|
n
|
%
|
Baik
|
16
|
80.0
|
Cukup
|
2
|
10.0
|
Kurang
|
2
|
10.0
|
Total
|
20
|
100.0
|
Sumber:
Data primer
Tabel
diatas menunjukan bahwa dari 20 responden yang kami data terdapat 16 KK atau
80% responden di Dusun Kasimburang yang memiliki sikap/tindakan mengenai jamban
sedangkan yang memiliki sikap/tindakan cukup dan kurang hanya terdapat 2 KK
atau 10% saja.
3.
Masalah Penggunaan
Garam Beryodium
Tabel 2.1
Distribusi
Skor Pengetahuan Responden Mengenai Garam Beryodium
Dusun
Kasimburang Desa Belapunranga Kec. Parangloe Kab. Gowa
Tahun 2011
Kategori
|
n
|
%
|
Baik
|
8
|
53.3
|
Cukup
|
1
|
6.7
|
Kurang
|
6
|
40.0
|
Total
|
15
|
100.0
|
Sumber:
data primer 2011
Tabel 2.1 menunjukkan skor pengetahuan responden mengenai
garam beryodium yang meliputi manfaat, dampak defisiensi, sumber, dan cara menyimpan
serta menggunakan garam beryodium. Dari 15 responden, 8 diantaranya (53.3 %)
memiliki pengetahuan yang baik mengenai garam beryodium, 1 cukup (6.7 %), dan 6
responden atau sekitar 40.0 % memiliki pengetahuan yang kurang atau minim.
Tabel 2.2
Distribusi
Skor Responden Berdasarkan Tindakan/Penggunaan Garam Beryodium
Dusun
Kasimburang Desa Belapunranga Kec. Parangloe Kab. Gowa
Tahun 2011
Kategori
|
n
|
%
|
Baik
|
11
|
73.3
|
Cukup
|
0
|
0.0
|
Kurang (tidak menggunakan)
|
4
|
26.7
|
Total
|
15
|
100.0
|
Sumber: data primer
2011
Berdasarkan tabel 2.2 di atas dapat diketahui, bahwa
dari 15 responden yang didata di Dusun Kasimburang, yang menggunakan garam
beryodium adalah sebanyak 11 orang atau 73,3%, dalam hal ini termasuk kategori
tindakan baik. Sedangkan yang tidak menggunakan garam beryodium (kategori kurang)
adalah sebanyak 4 orang atau 26,7 %.
4.
Masalah Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
Tabel 2.3
Distribusi
Skor Responden Berdasarkan Pengetahuan mengenai PMT
Dusun
Kasimburang Desa Belapunranga Kec. Parangloe Kab. Gowa
Tahun 2011
Kategori
|
n
|
%
|
Baik
|
4
|
26.7
|
Cukup
|
0
|
0.0
|
Kurang/tidak tahu
|
11
|
73.3
|
Total
|
15
|
100.0
|
Sumber: data primer
2011
Berdasarkan tabel 2.3 di atas dapat diketahui, bahwa
dari 15 responden yang didata di Dusun Kasimburang, yang mempunyai pengetahuan
baik mengenai PMT adalah sebanyak 4 orang atau 26,7 % dan tidak ada yang
memiliki pengetahuan cukup atau 0%. Sedangkan yang kurang, dalam hal ini tidak
mengetahui apa PMT itu adalah sebanyak 11 orang atau 73,3%.
Tabel 2.4
Distribusi
Skor Responden Berdasarkan Tindakan/Pemberian Makanan Tambahan
Dusun
Kasimburang Desa Belapunranga Kec. Parangloe Kab. Gowa
Tahun 2011
Kategori
|
n
|
%
|
Baik
|
11
|
73.3
|
Cukup
|
0
|
0.0
|
Kurang
|
4
|
26.7
|
Total
|
15
|
100.0
|
Sumber: data primer 2011
Tabel 2.4 di atas memberikan gambaran distribusi
skor responden mengenai tindakan PMT terkhusus mengenai waktu (usia bayi)
pemberian makanan tambahan. Dari tabel dapat diketahui bahwa terdapat 11 responden
yang masuk dalam tindakan berkategori baik atau sekitar 73.3% dari 15 responden
yang didata di Dusun Kasimburang. Sedangkan yang termasuk kategori kurang
adalah sebanyak 4 orang atau 26,7% serta 0% untuk kategori cukup.
5.
Masalah Penggunaan Alat Pelindung Diri Saat Bertani
Tabel 3.1
Distrubisi Responden
Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Mengenai APD
Dusun Kasimburang
Desa Belapunranga Kec. Parangloe Kab. Gowa
Tahun 2011
Kategori
|
n
|
%
|
Baik
|
0
|
0.0
|
Cukup
|
2
|
10.0
|
Kurang
|
18
|
90.0
|
Total
|
20
|
100.0
|
Sumber : data primer 2011
Tabel 3.1 di atas menunjukkan bahwa dari 20 responden yang didata di
dusun Kasimburang yang tingkat pengetahuannya tentang APD, baik sama sekali
tidak ada (0%), cukup sebanyak 2orang (10 %). Dan kurang yakni sebanyak 18 orang
(90 %).
Tabel 3.2
Distribusi Responden
Berdasarkan Sikap/Tindakan Mengenai APD
Dusun Kasimburang
Desa Belapunranga Kec. Parangloe Kab. Gowa
Tahun 2011
Kategori
|
n
|
%
|
Baik
|
6
|
30,0
|
Cukup
|
1
|
5,0
|
Kurang
|
13
|
65,0
|
Total
|
20
|
100,0
|
Sumber : data primer 2011
Tabel 3.2 di atas menunjukkan
bahwa dari 20 responden yang di data di dusun Kasimburang yang tindakannya baik
yakni sebanyak 6 orang (30 %), cukup yakni sebanyak 1 orang (5 %), sedangkan yang
kurang sebanyak 13 orang (65 %).
B. Pembahasan
Dalam PBL II ini kami
melakukan intervensi dari hasil kegiatan pendataan berbagai masalah kesehatan
yang dijadikan sebagai prioritas masalah yang dilakukan pada PBL I. Bentuk intervensi
yang dilakukan terdiri dari intervensi fisik dan intervensi non fisik. Kegiatan
utama pada PBL II yaitu melakukan intervensi
pada beberapa prioritas masalah yang telah ditemukan pada PBL II Dusun Allukeke
dan Kasimburang, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa.
Saat kami melakukan
seminar awal bersama tokoh agama dan tokoh masyarakat kami memaparkan mengenai
rencana program intervensi yang akan kami
lakukan kemudian beberapa program tersebut disepakati oleh tokoh-tokoh agama dan
masyarakat.
Adapun program intervensi
yang kami lakukan yaitu:
1. Masalah
tempat pembuangan sampah
a. Intervensi non fisik:
Untuk intervensi non fisik masalah tempat pembuangan
sampah, kami mengadakan penyuluhan mengenai
dampak positif dan negatif dari sampah serta cara pengolahannya (sampah
organik dan anorganik) diikuti diskusi bersama dengan bapak dan ibu masyarakat
Dusun Kasimburang Desa Belapunranga Kabupaten Gowa. Dalam kegiatan ini hadir
pula beberapa anggota kelompok tani termasuk bapak sekretaris Desa
Belapunranga.
Intervensi non fisik untuk masalah tempat pembuangan
sampah ini kami laksanakan pada hari Selasa, 8 Februari 2011 pukul 20.15 WITA
di Masjid Nurul Iman Kasimburang yang letaknya tidak jauh dari posko kami.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang pentingnya
pengadaan dan penggunaan tempat sampah yang baik kepada masyarakat, mengurangi
pencemaran akibat pembuangan sampah di sembarang tempat, dan memperindah
lingkungan di Desa Belapunranga Dusun Kasimburang dan Allukeke. Indikator
keberhasilan dari kegiatan ini adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang pentingnya pengadaan dan penggunaan tempat sampah yang baik,
bertambahnya tempat sampah, dan pemanfaatan tempat sampah dengan baik dan
berkelanjutan.
b. Intervensi fisik:
Pada kegiatan PBL II ini kami menjadikan minimnya
tempat pembuangan sampah sebagai salah satu prioritas masalah. Oleh karena itu,
kami membuat satu tempat sampah percontohan yang terdiri dari tempat sampah
basah dan tempat sampah kering yang diletakkan di Dusun Kasimburang tepatnya di
depan posko kami, dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di lingkungan Dusun
Kasimburang. Karena hanya sebagai tempat sampah percontohan, maka diharapkan
kedepannya masyarakat mampu membuat tempat sampah dengan
memanfaatkan apa yang ada di sekitar mereka serta mereka menggunakan tempat
sampah tersebut dengan baik. Pembuatan tempat sampah ini kami lakukan dengan
bekerja sama dengan beberapa pemuda yang ada di sekitar posko kami jauh hari
sebelum pelaksanaan intervensi non fisik.
2. Masalah
Kepemilikan Jamban
a.
Intervensi non fisik:
Penyuluhan
mengenai pentingnya pengadaan dan dampak negatif yang ditimbulkan akibat tidak
menggunakan jamban diikuti diskusi
bersama dengan bapak dan ibu masyarakat dusun Kasimburang Desa Belapunranga
Kabupaten Gowa.
Penyuluhan ini dilaksanakan juga pada hari Selasa, 8
Februari 2011 pukul 20.15 WITA di Masjid Nurul Iman Kasimburang bersamaan
dengan kegiatan intervensi non fisik mengenai tempat pembuangan sampah dan APD.
3. Masalah
Penggunaan Garam Beryodium
a.
Intervensi non fisik:
Penyuluhan mengenai pentingnya penggunaan garam
beryodium dan dampak tidak mengkonsumsi garam beryodium kepada ibu-ibu di Dusun
Kasimburang Desa Belapunranga Kabupaten Gowa.
Penyuluhan ini dilaksanakan bertepatan dengan
pelaksanaan kegiatan posyandu di Posyandu Teratai yakni posyandu yang ada di
Dususn Kasimburang pada tanggal 10 Februari 2011, dimana kegiatan penyuluhan
dilaksanakan setelah kegiatan posyandu. Antusias ibu-ibu cukup baik dan
memperhatikan materi yang kami bawakan sekalipun harus membagi perhatiannya
dengan anak-anak mereka yang juga ada pada saat penyuluhan. Sesekali kami dibantu
oleh ibu bidan desa dan kader untuk menyampaikan bahan penyuluhan tersebut
dengan penggunaan bahasa daerah setempat. Kegiatan penyuluhan ini bertujuan
agar masyarakat mengetahui manfaat yodium, mendorong masyarakat untuk
menggunakan garam beryodium, dan masyarakat dapat mengidentifikasi sendiri mana
garam beryodium dan yang tidak beryodium. Indikator keberhasilan dari
intervensi ini adalah adanya peningkatan jumlah masyarakat yang menggunakan
garam beryodium, di samping itu masyarakat tahu mengidentifikasi keberadaan
yodium pada garam.
4. Pemberian
PMT pada Bayi dan Balita
a. Intervensi non fisik:
Penyuluhan mengenai pentingnya pemberian makanan
tambahan kepada bayi dan balita yang
dilaksanakan di Posyandu Teratai Dusun Kasimburang Desa Belapunranga Kabupaten
Gowa.
b. Intervensi
fisik:
Pemberian
makanan tambahan kepada bayi dan balita berupa bubur kacang hijau yang dibuat
dari hasil kerja sama dengan kader Posyandu Teratai Dusun Kaasimburang Desa
Belapunranga Kabupaten Gowa. Intervensi ini dimaksudkan agar masyarakat
khususnya ibu-ibu dapat membuat sendiri PMT untuk bayi dan balita mereka dengan
memanfaatkan bahan-bahan yang mereka miliki termasuk hasil tani mereka seperti
kacang hijau dan jagung. Dengan demikian, mereka tidak lagi tergantung pada PMT
produk pabrik yang biasanya dibagikan saat posyandu atau biskuit yang dijual
umum.
Intervensi non fisik dan fisik untuk masalah PMT
dilakukan pada hari dan tempat yang sama dengan intervensi penggunaan garam
beryodium yaitu tepat pada hari pelaksanaan kegiatan posyandu pada tanggal 10
Februari 2011. Untuk intervensi non fisik PMT, kami mengadakan sosialisasi
secara face to face kepada ibu-ibu
yang hadir dan menjadi responden kami, sebab dengan melihat situasi dan kondisi
saat itu, maka langkah ini yang kami rasa paling efektif. Setelah kegiatan
penyuluhan selesai barulah kami membagikan PMT bubur kacang hijau hasil kerja
sama kami dengan kader-kader posyandu. Intervensi non fisik dan fisik ini bertujuan agar masyarakat dapat mengetahui
pentingnya PMT bayi dan waktu-waktu pemberiannya dan dengan penyuluhan dan pembuatan
PMT tersebut diharapkan masyarakat mampu membuat sendiri PMT untuk bayinya
dengan menggunakan bahan-bahan yang mereka miliki tanpa harus bergantung pada
PMT pabrik/pembagian. Adapun indikator keberhasilan untuk intervensi PMT ini
adalah masyarakat mengetahui manfaat dan usia PMT pada bayi, di samping itu
masyarakat mau dan mampu mengolah PMT sendiri untuk anak mereka.
5. Masalah
Penggunaan Pestisida dan Alat Pelindung Diri saat Bertani
a.
Intervensi non fisik:
Berdasarkan hasil dari kegiatan PBL I kami
memperoleh data bahwa sebagian besar masyarakat Desa Belapunranga adalah petani.
Karenanya kami melakukan penyuluhan mengenai penggunaan dan bahaya serta dampak
pestisida dengan metode diskusi bersama bapak dan ibu kelompok tani. Kami juga
memberikan penjelasan mengenai fungsi Alat Pelindung Diri (APD) saat bertani. Kegiatan
intervensi non fisik ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan intervensi fisik.
b.
Intervensi fisik:
Untuk mengendalian atau untuk meminimalisir
keracunan pada petani pada saat penyemprotan di sawah atau kebun maka kami
menunjukkan contohan cara penggunaan APD yang baik sekaligus membagikan
beberapa sampel APD (masker dan
handschun) yang nantinya dapat diikuti oleh masyarakat Desa Belapunranga.
Selain membagikan sampel APD (masker dan handscun) kami juga memeberitahu
mengenai alternatif APD lainnya misalnya dengan menggunakan saputangan dan kain
bekas sebagai pegganti APD yang kami bagikan tersebut.
Intervensi ini juga kami laksanakan pada hari
Selasa, 8 Februari 2011 pukul 19.30 WITA di Masjid Nurul Iman Kasimburang,
tepatnya sebelum penyuluhan mengenai tempat sampah dan jamban. Responden yang
hadir utamanya dari bapak-bapak kelompok tani Desa Belapunranga, ibu-ibu, serta
pemuda-pemudi Desa Belapunranga. Adapun indikator keberhasilan dari kegiatan
intervensi untuk APD ini adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
pentingnya penggunaan APD saat bertani dan bertambahnya jumlah masyarakat yang
menggunakan APD saat bertani.
Adapun
hasil pendataan mengenai prioritas masalah yang kami angkat dengan menggunakan
kuesioner (sebelum kegiatan intervensi) adalah sebagai berikut:
1. Masalah Tempat Pembuangan Sampah
Dari data yang di peroleh pada
kuesioner pre test yang dilakukan pada saat
masjid Nurul Iman dusun Kasimburang di peroleh data bahwa dari 20 responden
yang di data hanya 4 orang atau (20,0 %) yang memiliki tempat pembuangan
sampah. Sedangkan yang tidak memiliki tempat pembuangan sampah adalah sebanyak
16 orang atau (80,0 %). Hal ini disebakan karena kurangnya pengetahuan mereka
akan manfaat tempat sampah dan mereka juga mengatakan bahwa buat apa ada tempat
sampah karena pada akhirnya akan dibuang di sekitar rumah. Pendapat seperti inilah
yang mesti kita rubah agar mereka sadar bahwa membuang sampah di sembarang
tempat akan menimbulkan berbagai dampak negatif, baik terhadap kesehatan maupun
lingkungan.
Selanjutanya
data yang diperoleh adalah dari 20 responden terdapat 18 orang atau (90,0 %) tidak tahu mengenai
sampah organic. Sedangkan yang tidak mengetahui tentang sampah anorganik adalah
sebanyak 18 orang atau (90,0%). Namun terdapat 13 responden atau (65,0 %) yang
tidak memisahkan sampah basah dan sampah kering. Hal ini terjadi karena tingkat
pengetahuan masyarakat yang rendah tentang sampah organik dan sampah anorganik
dan ketidaktahuan mereka tentang cara pengolahan sampah yang baik dan benar.
Walaupun
terdapat 15 responden yang membuang sampah di sekitar rumah tetapi terdapat 11 responden yang tahu tentang
bahaya membuang sampah di sembarang tempat.
2. Masalah Kepemilikan Jamban
Hasil yang diperoleh dari pre test yang dilakukan
pada 20 responden terdapat 14 responden
atau (70,0 %) yang tidak memiliki jamban dengan alasan karena untuk membangun jamban membutuhkan
biaya yang mahal. Data selanjutnya diperoleh bahwa di dusun Kasimburang yang
tempat buang air besar dan air kecilnya di jamban adalah sebanyak 5 orang
atau 25,0 %. Sedangkan yang di sungai/di
sekitar rumah adalah sebanyak 13 orang atau
65,0 % dan selebihnya yakni 2 orang
di tempat lainnya (sawah).
Dengan adanya penyuluhan jamban yang dilakukan
diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat di Desa Kaimburang tentang
pentingnya pengadaan dan penggunaan jamban yang memenuhi standar kesehatan.
3.
Masalah Penggunaan Garam Beryodium
Pada PBL I diperoleh
data bahwa di Dusun Kasimburang warga yang tidak menggunakan garam
beryodium yaitu 94 KK atau 54,0% dan yang menggunakan garam beryodium hanya 80
KK atau 46,0%. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
pentingnya garam beryodium, juga disebabkan karena faktor ekonomi. Oleh karena
itu, pada PBL II ini kami melakukan penyuluhan
tentang cara mengidentifikasi keberadaan yodium pada garam dengan
melakukan tes iodin. Dengan adanya intervensi yang dilakukan maka diharapkan
masyarakat mampu membedakan garam yang beryodium dan yang tidak beryodium serta
mereka mau menggunakan garam beryodium.
4. Masalah Pemberian Makanan Tambahan
(PMT)
Berdasarkan data yang diperoleh dari instrument pre
test menunjukkan bahwa dari 15 responden yang didata di Dusun Kasimburang yang
tahu apa yang dimaksud PMT adalah sebanyak 4 orang atau 26,7 %. Sedangkan yang
tidak tahu adalah sebanyak 11 orang atau 73,3 %. Adapun yang berpendapat bahwa
PMT adalah pengganti ASI khusus bagi bayi yang tidak diberi ASI adalah sebanyak
1 orang atau 6,7 % dan yang berpendapat untuk menambah kalori bagi bayi yang
sedang aktif dalam masa pertumbuhannya adalah adalah sebanyak 1 orang atau 6,7
% sedangakan yang berpendapat lainnya (cepat besar) adalah sebanyak 2 orang
atau 13,3 %.
5.
Masalah Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) saat Bertani
Sasaran utama kami dalam penyuluhan ini adalah petani
yang berdomisili di dusun Kasimburang. Dari 20 responden yang menggunakan
pesrisida 5-10 tahun sebanyak 11 orang atau 55,0 % dengan lama penyemprotan 1-5
jam.
Di antara semua keluhan pestisida yang berkemungkinan
muncul terdapat 4 keluhan yang paling banyak responden rasakan adalah iritasi
kulit 13 responden atau 65,0 %, sakit kepala sebanyak 11 orang atau 55,0 %,
sakit punggung 10 responden atau 50, 0 % dan pusing 8 responden atau 40,0 %.
Untuk kebiasaan pada saat melakukan penyemprotan
pestisida di sawah tidak terlalu banyak responden yang melakukan kegiatan
seperti makan, minum, dan merokok yaitu masing-masing 1, 2, dan 2 responden.
Cara menyemprot mereka sangat membahayakan karena frekuensi cara penyemprotan
seperti berlawanan arah angin adalah 10 responden atau 50,0 % hal ini berarti ½ dari responden kemungkinan
besar bisa ker4acunan pada saat penyemprotan apalagi kalu mereka tidak menggunakan
APD.
Dari 20 responden, terdapat 9 responden yang mengetahui
tentang APD dan 13 yang mengetahui manfaatnya. APD yang paling banyak responden
gunakan adalah masker, baju lengan panjang, celana panjang yaitu masing-masing
7, 16, 16 responden. Responden yang mengetahui manfaat penggunaan APD yaiut mengatakan
manfaat penggunaan APD adalah untuk menghindari keracunan khususnya racun
pestisida sedangkan responden yang tidak menggunakan sarung tangan mengatakan
bahwa menggunakan sarung tangan tidak
terlalu penting karena pada saat selesai menyemprot mereka menggunakan
garam untuk menghilangkan racun pada tangannya kemudian mencucinya dengan sabun.
Responden yang menggunakan pestisida, terdapat responden
yang bersegera mandi yaitu 18 responden, bersegera mencuci tangan yaitu semua
responden yang menggunakan pestisida, dan 19 responden bersegera mengganti
pakaian setelah menggunakan pestisida.
Untuk sampah pestisida dan alat penyemprot pestisida
mereka, kebanyakan mereka membuang sampah botol pestisida di sawah yaitu 611 responden dan menyimpan
alat semprot mereka di rumah yaitu 18 responden.
Dari data hasil
pendataan tersebut, kemudian kami melakukan penilaian berupa pemberian skor
atau yang disebut dengan scoring dalam
hal pengetahuan dan sikap/tindakan responden yang masing-masing dikelompokkan ke
dalam tiga kategori yaitu kategori baik, cukup, dan kurang. Berikut adalah
hasil scoring kami:
1. Masalah
Tempat Pembuangan Sampah
Penilaian untuk masalah kesehatan lingkungan
berdasarkan prioritas masalah yang telah disepakati yaitu masalah minimnya
pengadaan jamban dan pengadaan serta pemanfaatan tempat sampah yang
dikelompokkan ke dalam penilaian dari segi pengetahuan dan tindakan.
Penilaian
atau scoring pengetahuan mengenai
pengadaan dan pemanfaatan tempat sampah meliputi pengetahuan tentang pentingnya
pengadaan dan penggunaan tempat sampah dengan baik serta pengolahan sampah yang
baik, juga dampak yang ditimbulkan dari tidak dilakukannnya pengadaan dan
pengolahan tempat sampah pada rumah tangga. Berdasarkan pretest yang kami
lakukan terhadap 20 responden di Dusun
Kasimburang diketahui bahwa Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 20
responden yang memiliki pengetahuan baik mengenai pengadaan dan penggunaan
tempat sampah ada 19 orang atau sebanyak 90.0% sedangkan yang pengetahuannya
cukup ada 2 orang atau sebanyak 10.0%.
Untuk penilaian dari segi tindakan
diketahui bahwa 20 responden pretest yang didata di Dusun Kasimburang, terdapat
17 orang atau 85% yang mempunyai sikap/tindakan yang baik mengenai pengolahan
sampah sedangkan yang memiliki sikap/tindakan yang kurang hanya ada 1 orang
atau 5% dan 2 orangnya atau 10 % lainnya memiliki sikap/tindakan yang cukup
tentang pengolahan sampah
Berdasarkan data tersebut kita dapat
melihat bahwa masih terdapat beberapa warga yang kurang atau tidak
mengetahui apa pentingnya pengadaan dan
penggunaan tempat sampah serta pengolahan sampah dengan baik, serta dampak yang
akan ditimbulkan akibat pembuangan sampah yang salah pada rumah tangga. Dari
hasil pretest nampak bahwa ada garis lurus yang menghubungkan antara
pengetahuan dengan sikap serta tindakan dan penggunaan jamban pada suatu
keluarga yang menjadi sampel pretest. Hal ini terlihat dimana 18 orang
responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai pentingnya pengadaan dan
pemanfaatan jamban,17 diantaranya memiliki sikap dan tindakan yang positif
terhadap penggunaan dan pemanfaatan jamban. Ini berarti ada pengaruh antara
pengetahuan dengan sikap/tindakan.
Di sinilah nampak betapa pentingnya
peningkatan terhadap pengetahuan masyarakat agar terjadi pula peningakatn
terahadap tindakan sebagai aplikasi terhadap pengetahuan yang dimiliki.
2. Masalah
Kepemilikan Jamban
Penilaian atau scoring
pengetahuan mengenai pengadaan dan pemanfaatan jamban meliputi pengetahuan
tentang pentingnya pengadaan dan penggunaan jamban dengan baik, dampak yang
ditimbulkan dari tidak dilakukannnya pengadaan jamban pada rumah tangga.
Berdasarkan pretest yang kami lakukan terhadap
20 responden di Dusun Kasimburang diketahui bahwa 18 diantaranya (80%) memiliki pengetahuan baik mengenai
jamban dan hanya 2 responden (10 %)
memiliki pengetahuan cukup serta 2 responden (10%) lainnya memiliki
pengetahuan yang kurang mengenai jamban.
Untuk penilaian dari segi tindakan diketahui bahwa
20 responden pretest yang didata di Dusun Kasimburang, yang menggunakan 16
responden (80%) responden di Dusun
Kasimburang yang memiliki sikap/tindakan yang positif mengenai pengadaan dan penggunaan jamban dan yang
memiliki sikap/tindakan cukup terdapat 2
responden (10 %) serta 2 responden (10 %) lainnya mamiliki tindakan yang kurang
terhadap pengadaan dan penggunaan tempat sampah.
Berdasarkan data tersebut kita dapat melihat bahwa
masih terdapat beberapa warga yang kurang atau tidak mengetahui apa pentingnya pengadaan dan penggunaan
jamban dengan baik, serta dampak yang akan ditimbulkan akibat tidak tersedianya
jamban pada rumah tangga. Dari hasil pretest nampak bahwa ada garis lurus yang
menghubungkan antara pengetahuan dengan sikap serta tindakan dan penggunaan
tempat sampah pada suatu keluarga yang menjadi sampel pretest. Disinilah nampak
betapa pentingnya peningkatan terhadap pengetahuan masyarakat agar terjadi pula
peningakatn terahadap tindakan sebagai aplikasi terhadap pengetahuan yang
dimiliki.
3. Masalah
Penggunaan/Pengonsumsian Garam Beryodium
Adapun
penilaian untuk masalah gizi berdasarkan prioritas masalah yang telah
disepakati yaitu masalah minimnya penggunaan garam beryodium dan minimnya pengetahuan
mengenai Pemberian Makanan Tambahan yang dikelompokkan ke dalam penilaian dari
segi pengetahuan dan tindakan.
Penilaian
atau scoring pengetahuan mengenai
garam beryodium meliputi pengetahuan tentang manfaat, dampak defisiensi,
sumber, dan cara menyimpan serta menggunakan garam beryodium. Berdasarkan
pendataan kami terhadap 15 responden, diketahui bahwa 8 diantaranya (53.3 %)
memiliki pengetahuan yang baik mengenai garam beryodium, 1 cukup (6.7 %), dan 6
responden atau sekitar 40.0 % memiliki pengetahuan yang kurang atau minim.
Untuk
penilaian dari segi tindakan diketahui bahwa 15 responden yang didata di Dusun
Kasimburang, yang menggunakan garam beryodium adalah sebanyak 11 orang atau
73,3%, dalam hal ini termasuk kategori tindakan baik. Sedangkan yang tidak
menggunakan garam beryodium (kategori kurang) adalah sebanyak 4 orang atau 26,7
%.
Berdasarkan
data tersebut kita dapat melihat bahwa masih terdapat beberapa warga yang
kurang atau tidak mengetahui apa garam beryodium itu. Selain itu, dari data
hasil wawancara kami terlihat terjadi ketimpangan antara tindakan dan
pengetahuan atau sebaliknya. Hal ini dapat dilihat dimana 11 orang responden
menggunakan garam beryodium tetapi hanya 8 orang diantaranya yang mengetahui
dengan baik mengenai garam beryodium (manfaat, dampak defisiensi, sumber,
penggunaan serta penempatannya). Ini berarti bahwa terdapat 3 orang responden
yang menggunakan garam beryodium tetapi tidak mengetahui manfaatnya.
Sekalipun
mereka menggunakan, namun harus juga diimbangi dengan pengetahuan, sehingga
mereka dapat lebih memahami manfaat dari garam beryodium serta cara penggunaan
dan penyimpanannya, sebab hal tersebut turut menjadi faktor yang dapat
mempengaruhi asupan yodium pada tubuh. Pengetahuan yang baik mengenai garam
beryodium juga akan mempengaruhi konsistensi seseorang dalam menggunakan atau
mengkonsumsi garam beryodium tersebut.
4.
Masalah Pemberian Makanan Tambahan
Penilaian pengetahuan untuk masalah PMT
meliputi pengetahuan mengenai apa PMT itu dan apa fungsinya. Dari 15 responden
yang didata di Dusun Kasimburang, yang mempunyai pengetahuan baik mengenai PMT
adalah sebanyak 4 orang atau 26,7 % dan tidak ada yang memiliki pengetahuan
cukup atau 0%. Sedangkan yang kurang, dalam hal ini tidak mengetahui apa PMT
itu adalah sebanyak 11 orang atau 73,3%. Dengan demikian bahwa lebih dari
setengah responden tidak mengetahui atau memiliki pengetahuan yang minim
mengenai PMT. Hal ini tentunya harus mendapatkan perhatian khusus, mengingat
bahwa sebenarnya, PMT dapat mudah diberikan pada bayi atau balita terlebih
dengan memanfaatkan bahan atau sumber daya yang ada di desa setempat seperti
kacang hijau dan jagung. Karenanya, responden harus diberikan pengetahuan
mengenai PMT termasuk resep pembuatan PMT yang mudah dan murah.
Sedangkan untuk penilaian terkait
tindakan, berdasarkan kuesioner dilihat dari tindakan pemberian makanan
tambahan dikhususkan pada waktu (usia bayi) pemberian makanan tambahan tersebut
yaitu terdapat 11 responden yang masuk dalam tindakan berkategori baik atau
sekitar 73.3% dari 15 responden yang didata di Dusun Kasimburang. Sedangkan
yang termasuk kategori kurang adalah sebanyak 4 orang atau 26,7% serta 0% untuk
kategori cukup.
Dari penilaian mengenai pengetahuan dan
tindakan mengenai PMT juga terdapat ketimpangan dimana terdapat
ketidakseimbangan antara tindakan dan pengetahuan. Sebelas orang responden
telah melakukan tidakan kategori baik terkhusus dari segi usia pemberian
makanan tambahan, namun hal itu tidak dibarengi dengan pengetahuan responden.
Hal ini terlihat dari data yang kami peroleh bahwa dari jumlah 15 responden,
sebelas responden yang berkategori melakukan tindakan pemberian makanan
tambahan dengan baik namun ternyata hanya 4 orang responden yang memiliki
pengetahuan yang baik mengenai PMT. Setidaknya, kita dapat menarik kesimpulan
bahwa terdapat beberapa responden yang memberikan PMT tanpa dilandasi dengan
pengetahuan atau dengan pengetahuan yang masih kurang.
5. Masalah
Penggunaan Alat Pelindung Diri saat Bertani
Penilaian untuk masalah kesehatan dan keselamatan
kerja berdasarkan prioritas masalah yang telah disepakati yakni masalah kurangnya
penggunaan alat pelindung diri dan kurangnya
pengetahuan mengenai manfaat penggunaan alat pelindung diri.
Penilaian atau scoring
pengetahuan tentang alat pelindung diri meliputi pengetahuan tentang alat pelindung
diri beserta manfaatnya. Berdasarkan pendataan
yang telah kami lakukan pada 20 responden,
diketahui bahwa dari 20 responden
tersebut tidak ada satupun yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang
alat pelindung diri, yang pengetahuannya cukup yakni sebanyak 2 orang (10 %).
Dan kurang yakni sebanyak 18 orang (90 %). Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari
setengah responden yang pengetahuannya kurang mengenai apa itu APD dan apa manfaatnya.
Oleh karena itu, masyarakat terutama para petani sangat butuh pemberian informasi
agar mereka dapat mengetahui hal tersebut guna menjaga kesehatan dan keselamatan
mereka pada saat bekerja. Sedangkan untuk penilaian sikap/tindakan tentang alat
pelindung diri termasuk higiene perorangan meliputi kebiasaan pada saat menggunakan
pestisida, teknik/cara menyemprot hama, jenis alat pelindung diri yang digunakan,
aktivitas yang dilakukan setelah menyemprot pestisida, tempat membuang
sampah/botol bekas pestisida, dan tempat menyimpan alat penyemprot.
Berdasarkan
pendataan dari segi tindakan diketahui bahwa dari 20 responden yang didata di
Dusun Kasimburang, yang menggunakan alat pelindung diri pada saat bertani
termasuk higiene perorangan adalah sebanyak 6 orang (30 %) yang dalam hal ini
termasuk kategori baik, sedangkan yang hanya menggunakan sebagian alat pelindung
diri termasuk higiene perorangan yakni
sebanyak 1 orang (5 %) kategori ini termasuk cukup, dan jumlah responden yang sangat minim munggunakan
alat pelindung diri termasuk higiene perorangan yakni sebanyak 13 orang (65 %)
kategori ini termasuk kurang. Hal ini juga, menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat
khususnya petani yang tidak menggunakan alat pelindung diri pada saat menyemprot
pestisida. kalaupun mereka menggunakan, mereka hanya memakai salah satunya saja
dari semua alat pelindung diri. Misalnya, hanya menggunakan baju lengan panjang
saja tanpa menggunakan celana panjang, masker, dan sarung tangan. Termasuk hygiene
perorangan masih terdapat beberapa orang yang tidak mengaplikasikannya misalnya,
tidak mandi setelah menyemprot
pestisida. padahal, itu berbahaya bagi kesehatan mereka.
Oleh
karena itu, masyarakat khususnya petani sangat membutuhkan pengetahuan untuk
melakukan tindakan yang baik pada saat menyemprot pestisida serta menjaga higiene
perorangan.
Selain kelima intervensi tersebut di atas, kamipun
mengadakan beberapa kegiatan tambahan berupa sosialisasi atau penyuluhan di
beberapa instansi pendidikan dan organisasi keagamaan yang ada di desa
setempat. Berikut adalah gambaran dari kegiatan tambahan kami:
1. Sosialisasi
kesehatan di SD Inpres Kasimburang
Untuk
mendukung kegiatan intervensi yang kami lakukan pada PBL (Pengalaman Belajar
Lapangan) II ini kamipun mengadakan beberapa kegiatan tambahan berupa
sosialisasi ke beberapa instansi pendidikan yang ada di Desa Belapunranga
khususnya di Dusun Kasimburang dan salah satunya di SD Inpres Kasimburang. Adapun penyuluhan yang kami lakukan bertempat
di SD Inpres Kasimburang pada tanggal 10 Februari 2011 tepatnya pada pukul
09.00 WITA dimana dalam hal ini kami memberikan penyuluhan adapun pembahsan
yang kami berikan kepada mereka lebih mengarah tentang PHBS (Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat). Dalam hal ini ada 5 point pembahasan penyuluhan yang kami
berikan, diantaranya:
a. Cuci
tangan di air yang mengalir
b. Mandi
yang teratur
c. Menggosok
gigi minimal 2 kali dalam sehari
d. Biasakan
sarapan
e. Mengurangi
jajanan
f. Berolahraga
yang teratur
Kegiatan ini
bertujuan agar siswa-siswi setempat dapat lebih memahami tentang pentingnya
perilaku hidup bersih dan sehat mulai dari hal-hal yang kecil sehingga mereka
dapat menyadari pentingnya memelihara kesehatan sejak dini. Adapun sasaran kami
dalam kegiatan ini adalah siswa-siswi kelas 5-6 SD Negeri 02 Kasimburang dan
kegiatan ini kami lakukan di sekolah setempat.
Kegiatan ini
berjalan dengan baik dan lancer tanpa ada hambatan sedikitpun hal ini karena
factor pendukung dari para guru juga antusias siswa-siswi setempat menerima
kehadiran kami terbukti dari penyambutan kedatangan kami hingga kegiatan
berlangsung, banyak pertanyaan yang diajukan kepada kami.
2. Sosialisasi
kesehatan di SMP Negeri 02 Parang Loe Kab. Gowa
Pada
PBL II ini kami melakukan kegiatan intervensi, baik itu intervensi fisik maupun
non fisik seperti penyuluhan. Penyuluhan yang kami lakukan tidak hanya berfokus
pada bapak–bapak dan ibu–ibu di Dusun Kasimburang tapi kami juga melakukan
penyuluhan/sosialisasi PHBS (Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat ), PUGS (Pedoman
Umum Gizi Seimbang) dan Pemanfaatan tempat sampah di SMP Negeri 2 Parangloe.
Kegiatan penyuluhan ini kami lakukan hanya sebagai kegiatan tambahan yang
diharapkan dapat menjadi faktor penunjang berhasilnya kegiatan intervensi, baik
fisik maupun non fisik.
Kegiatan
ini kami laksanakan pada hari Selasa, 8 Februari 2011 tepatnya pukul 10.30. Kegiatan
sosialisasi yang kami lakukan ini mendapat respon yang sangat baik dari guru
dan siswa-siswi SMP Negei 2 Parangloe. Hal ini sangat membantu kami dalam
kelancaran kegiatan tersebut sebab mereka sangat antusias dalam mengikuti
kegiatan penyuluhan.
Dalam
kegiatan sosialisasi ini, materi yang
kami paparkan sangat menarik. Hal ini ditandai dengan keaktifan siswa
dalam mengajukan beberapa pertanyaan.
3. Sosialisasi kesehatan di SMA Hizbul Wathan Kec. Parangloe
Kab. Gowa
Sosialisasi ini dilaksanakan pada tanggal 9 februari 2011
pada pukul 12.00 WITA (setelah kedatangan supervisor di posko kami) dan selanjutnya
kami berangkat menuju SMA Hizbul Wathan yang terletak tidak jauh dari kantor
Desa Belapunranga dan Pasar Kasimburang. Kami tidak langsung serta-merta melakukan
sosialisasi di sekolah tersebut, terlebih dahulu kami bertamu ke rumah bapak
kepala Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Hizbul Wathan yang letaknya tidak jauh
dari YPI Hizbul Wathan. Kami menyampaikan maksud kedatangan kami dan memastikan
persetujuan dari pemilik yayasan sekolah tersebut. Setelah berbincang-bincang
singkat dan mendapat persetujuan kami dipersilahkan dan diantarkan ke dalam
sekolah. Dari saran pihak sekolah kami melakukan sosialisasi kesehatan
lingkungan dan gizi didalam mesjid milik sekolah tersebut setelah shalat Dhuhur
berjamaah beserta guru, staf dan siswa-siswi sekolah.
Sosialisasi dimulai pada pukul 13.00 WITA. Sosialisasi
tersebut diikuti siswa-siswi kelas X, XI, dan XII SMA Hizbul Wathan yang
disaksikan jg oleh beberapa guru dan staf sekolah. Setelah pembukaan oleh
protokol dan perkenalan/penyampaian maksud kedatangan kami oleh koordinator
desa, kemudian dilanjutkan pemaparan singkat mengenai kesehatan lingkungan
yakni PHBS di lingkungan sekolah. Setelah itu kami tidak lupa memaparkan
mengenai gizi kesehatan masyarakat yakni 13 PUGS. Karena sekolah tersebut
merupakan sekolah berlatarkan islami sehingga kami menambahkan pesan-pesan
agama di antara materi-materi sosialisasi yang ada. Karena remaja merupakan
generasi penerus, kami berusaha menanamkan dalam hati dan pikiran mereka
mengenai pentingnya menjaga kesehatan. Selain itu kami berusaha bagaimana
mereka bisa mengubah/memodifikasi kebiasaan-kebiasaan yang kurang tepat dan dapat merugikan
kesehatan pribadi, keluarga, serta masyarakat pada umumnya sehingga menjadi
kebiasaan yang lebih baik dan menguntungkan.
Para siswa sangat antusias dalam
mendengarkan/memperhatikan pemaparan materi singkat yang kami bawakan. Hal
tersebut terlihat dari antusiasme mereka bertanya tentang hal-hal yang
menyangkut materi yang telah dipaparkan. Tidak hanya siswa-siswi, tapi juga
para guru antusias di dalam mengikuti diskusi/tanya jawab yang berlangsung.
Beberapa orang guru yang hadir di tempat itu ikut mengajukan pertanyaan baik
yang menyangkut materi PHBS dan PUGS ataupun masalah-masalah lain yang ada
hubungannya dengan kesehatan. Setelah kami menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
muncul, kami mengembalikan jawaban tersebut baik kepada si penanya maupun
peserta sosialisasi yang lain agar terjadi feedback
dan tertcipta suasana diskusi yang baik dan tidak membosankan. Tidak
sedikit dari pertanyaan yang muncul menyangkut pandangan Islam terhadap
masalah-masalah kesehatan masyarakat (kesehatan lingkungan dan gizi). Diskusi
berakhir pada pukul 15.25 WITA.
Setelah berakhirnya diskusi kami bersama guru, staf, dan siswa-siswi SMA Hizbul Wathan kami
menutup sosialisasi kami pun di sekolah tersebut. Kami juga menyampaikan
harapan agar mereka dapat menyampaikan dan meneruskan hal yang mereka dapatkan
pada sosialisasi saat itu kepada keluarga maupun masyarakat yang lain. Karena
apa artinya ilmu tanpa dimanfaatkan demi kemashlahatan orang banyak.
4. Sosialisasi
kepada Anggota Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kec. Parangloe Kab. Gowa
Salah satu kegiatan tambahan yang kami lakukan di
samping kegiatan intervensi pada prioritas masalah adalah kegiatan sosialisasi
kepada Anggota Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kec. Parangloe Kab. Gowa.
Kegiatan ini terlaksana atas kerja sama kami dengan pengurus IPM Kec. Parangloe
Kab. Gowa terutama ketua IPM Kec. Parangloe Kab. Gowa yang dalam hal ini juga
merupakan anak ibu posko kami.
Adapun tujuan sosialisasi ini adalah sebagai
pendukung kegiatan intervensi kami, selain itu kami berharap agar pemuda-pemudi
yang tergabung dalam IPM Kec. Parangloe Kab. Gowa ini dapat ikut serta
meningkatkan kesehatan desa dan warga mereka dengan ikut serta mengaplikasikan
dan menyebarluaskan informasi kesehatan yang diperoleh baik dari penyuluhan
kami atau pun sumber informasi kesehatan lainnya. Sedangkan sumber/biaya yang
digunakan untuk kegiatan sosialisasi ini adalah berasal dari kas/dana IPM Kec.
Parangloe Kab. Gowa.
Sama seperti kegiatan sosialisasi kami di beberapa
instansi pendidikan lainnya, pada sosialisasi di IPM Kec. Parangloe Kab. Gowa,
kami juga mengangkat materi Pesan Umum Gizi Seimbang (PUGS) dan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS). Kegiatan ini kami laksanakan tepatnya pada hari Ahad,
13 Februari 2011 yang bertepatan dengan diadakannya kegiatan bulanan berupa Follow up oleh IPM Kec. Parangloe Kab.
Gowa.
Sosialisasi dimulai sekitar pukul 10.00
WITA hingga sekitar pukul 12.00 WITA. Kegiatan sosialisasi ini dihadiri lebih
dari 30 peserta. Kegiatan nampak berjalan lancar dan lebih semarak dengan
munculnya sejumlah pertanyaan dari para peserta, baik pertanyaan menyangkut
PUGS maupun PHBS. Selain menyangkut materi yang kami bawakan, beberapa peserta
juga menanyakan masalah kesehatan yang diintegrasikan dengan agama, beruntung
semua pertanyaan dapat kami jawab.
C. Faktor Pendukung dan Penghambat
Kegiatan Pengalaman Belajar
Lapangan (PBL) II ini dilaksanakan di Desa Belapunrangan Dusun
Kasimburang dimana kegiatan ini berlangsung selama 2 pekan sejak tanggal 01
Februari – 14 Februari 2011. Tentunya dalam kegiatan ini tidak lepas dari faktor
pendukung dan penghambat. Faktor pendukung kami dalam pelaksanaan kegiatan PBL
II ini terutama pada kegiatan intervensi dan kegiatan tambahan kami lainnya
adalah sebagai berikut:
1. Kesehatan
Lingkungan
a. Sambutan
yang baik atas kedatangan kami oleh warga Desa Belapunranga khususnya Dusun
Kasimburang sehingga membuat kegiatan kami dapat berjaan lancar dan diterima
dengan baik.
b. Bantuan
dari Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar berupa dana dan modul materi
penyuluhan sehingga memudahkan kami dalam intervensi fisik maupun intervensi
non fisik.
c. Adanya
sumber daya alam misalnya bambu di sekitar posko/milik warga yang dapat kami
gunakan untuk bahan pembuatan salah satu intervensi fisik yang kami lakukan
yaitu intervensi untuk masalah tempat pembuangan sampah percontohan.
d. Tokoh
Masyarakat, Tokoh agama, dan beberapa pemuda di Dusun Kasimburang dan Dusun
Allukeke turut bekerjasama dan membantu kami untuk kelancaran kegiatan
intervensi kami dalam pembuatan tempat pembuangan sampah percontohan.
2.
Gizi
a.
Sambutan yang baik dari Pemerintah Desa
Belapunranga dan Para stafnya sehingga membuat acara kami berjalan lancar dan
diterima dengan baik oleh warga setempat.
b.
Bantuan dana dari Fakultas Ilmu Kesehatan UIN
Alauddin Makassar setidaknya dapat membantu kami saat intervensi fisik PMT.
c. Adanya
sumber daya alam misalnya gula merah dari hasil perkebunan warga yang dapat
kami gunakan untuk bahan pembuatan salah satu intervensi fisik yang kami
lakukan yaitu intervensi untuk masalah Pemberian Makanan Tambahan.
d. Tokoh
Masyarakat, Bidan Desa, dan beberapa kader Posyandu di Dusun Kasimburang turut
bekerjasama dan membantu kami untuk kelancaran kegiatan intervensi kami dalam
pembuatan Makanan Tambahan.
3.
Kesehatan dan Keselaman Kerja (K3)
a. Sambutan
dan kerjasama yang baik dari ketua kelompok tani Desa Belapunranga khususnya
Dusun Kasimburang sehingga memudahkan kami saat intervensi.
e.
Bantuan
dana dari Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar setidaknya dapat
membantu kami saat intervensi tentang pengguanaan APD saat bertani.
Adapun faktor penghambat kami
selama pelaksanaan kegiatan PBL II ini antara lain sebagai berikut:
1.
Kesehatan Lingkungan
a. Beberapa
peserta PBL II di posko kami tidak dapat berbahasa Makassar (bahasa daerah
setempat), sehingga sedikit banyaknya mempengaruhi proses intervensi kami.
2.
Gizi
a. Minimnya
responden gizi yang disebabkan karena factor situasi dan kondisi yang tidak
memungkinkan dari anak ibu-ibu/ peserta posyandu, seperti sakit/rewel, dan
tertidur, sehingga beberapa ibu calon responden harus pulang/ tidak sempat
mengikuti kegiatan intervensi kami.
b. Masih
terdapat beberapa warga yang kurang tertarik untuk mengikuti kegiatan-kegiatan
penyuluhan atau kegiatan perkumpulan lainnya, disebabkan karena mereka
terlanjur mempunyai image yang kurang baik terhadap kegiatan-kegiatan
sosialisasi, hal ini juga disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan info
mengenai pentingnya penyuluhan.
3. Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3)
a. Beberapa
peserta PBL II di posko kami tidak dapat berbahasa Makassar (bahasa daerah
setempat), sehingga sedikit banyaknya mempengaruhi proses intervensi kami.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil kesepakatan dengan tokoh
masyarakat dan tokoh agama Dusun Kasimburang dan Dusun Allukeke maka yang
menjadi prioritas masalah kami sekaligus intervensi yang berhasil kami lakukan
pada PBL II adalah sebagai berikut :
1. Masalah Tempat Pembuangan
Sampah
Bentuk
intervensi yang kami lakukan untuk masalah ini adalah intervensi fisik dan non
fisik. Intervensi fisik yang kami lakukan adalah dengan membuat tempat sampah
percontohan yang memisahkan sampah basah dan kering. Untuk intervensi non
fisik, kami melakukan penyuluhan mengenai dampak membuang sampah di sembarang
tempat, pemisahan sampah basah dan kering, contoh pengolahan sampah menjadi
barang baru, serta memberikan sosialisasi mengenai pembuatan tempat sampah
dengan menggunakan bahan-bahan sederhana yang mudah diperoleh seperti bambu
atau ember cat bekas.
2. Masalah kepemilikan
jamban warga
Intervensi
yang kami lakukan untuk masalah kepemilikan jamban adalah interfensi non fisik,
yaitu dengan memberikan penjelasan mengenai apa dan bagaimana manfaat
keberadaan jamban bagi kesehatan. Tak lupa kamipun memberikan sosialisasi
mengenai pembuatan jamban dengan memanfaatkan bahan-bahan yang mudah dan murah
yang dapat mereka miliki seperti bambu dan seng.
3. Masalah pengonsumsian garam beriodium
Adapun
intervensi yang kami lakukan untuk masalah ini adalah intervensi non fisik
yaitu dengan memberikan sosialisasi mengenai Yodium yang meliputi pengertian,
manfaat, sumber, cara penyimpanan dan penggunaan, serta bagaimana
mengidentifikasi keberadaan yodium pada garam.
4. Masalah Pemberian Makanan Tambahan
Untuk
PMT, intervensi yang kami lakukan adalah intervensi fisik yaitu pembuatan PMT
dari bubur kacang hijau dan intervensi non fisik berupa sosialisasi mengenai
manfaat, bahan/resep, serta waktu PMT.
5.
Masalah penggunaan pestisida dan
minimnya penggunaan APD saat Bertani
Intervensi
yang dilakukan yaitu intervensi fisik dan intervensi non fisik. Intervensi
fisik yaitu memberikan contoh kepada petani tentang penggunaan APD saat bertani
dan cara menggunakan pestisida. Adapun intervensi non fisiknya yaitu dengan
penyuluhan kepada petani mengenai teknik penggunaan pestisida yang baik dan
benar serta bagaimana memanfaatkan bahan-bahan lain sebagai APD seperti kain
perca atau baju bekas untuk pengganti masker.
B. Saran
Dari pengalaman belajar lapangan II (PBL
II) ini, maka kami menyarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Mahasiswa
agar dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan dari
proses belajar di kampus maupun di lapangan.
2. Masyarakat
agar meningkatkan partisipasinya dalam menyelesaikan masalah kesehatan di
sekitar tempat tinggal mereka agar misi kesehatan dapat tercapai.
3. Pemerintah
setempat diharapkan dapat memberi dukungan baik moril maupun material serta
kerja samanya dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul di masyarakat agar
program–program yang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar